REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Terdapat banyak kasus ketika seorang Muslim tanpa sadar mengonsumsi daging babi dalam sebuah acara yang menyajikan berbagai makanan.
Setelah diberi tahu bahwa yang dimakannya adalah daging babi, dia pun segera berhenti memakannya. Namun, bagaimana cara orang tersebut menyucikan najis mugholadhoh dari daging babi yang telah masuk ke dalam mulut?
Habib Muhammad Muthohar mengatakan, berdasarkan keterangan dalam kitab Bughyat al-Mustarsyidin dan kitab Hasyiyah asy-Syarqawi diterangkan bahwa para ulama memerinci cara bersuci orang yang telah mengonsumsi daging babi, yakni pada mulut dan pada dubur yang memiliki perbedaan.
Habib Muthohar menjelaskan, pada dubur, seseorang cukup bercebok setelah keluarnya kotoran. Namun pada mulut, seseorang yang telah memakan daging babi harus berkumur-kumur sebanyak tujuh kali dengan salah satunya dicampur debu.
"Kalau di dubur, cebok biasa saja. Yang dimulut maka dikumur-kumur tujuh kali salah satunya dicampur arinya dengan debu. Jadi bersamaan salah satunya dengan debu," kata Habib Muthohar.
Maka setelah seseorang berkumur sebanyak tujuh kali dengan salah satunya menggunakan debu, najis mugholadhoh yang terdapat pada mulut pun telah suci. Namun, bagaimana bila orang yang telah makan babi itu muntah dan masih tercium bau babi pada muntahan tersebut?
Habib Muthohar menjelaskan bahwa bila seseorang yang makan babi tersebut kemudian telah menyucikan mulutnya dengan berkumur tujuh kali yang salah satunya menggunakan debu, muntah tersebut tidak dihukumi sebagai najis mugholadhoh, dan benda yang terkena cipratan muntah itu pun tidak dihukumi terkena najis mugholadhoh.
Maka itu, cukup dihilangkan muntahan tersebut dan dibasuh atau dibersihkan area yang terkena cipratan muntahan tersebut.
Baca juga: Nasib Tragis Pendeta Saifuddin Ibrahim Penista Alquran, Jadi Pemulung di Amerika Serikat?
Namun, bila seseorang yang makan babi itu belum menyucikan mulutnya dari najis mugholadhoh dengan berkumur tujuh kali dengan salah satunya dengan debu, ketika muntah maka benda yang terkena cipratan muntah itu pun menjadi dihukumi najis mugholadhoh.
Habib Muthohar mencontohkan bila muntahan tersebut mengenai sarung atau tangan, sarung dan tangan yang terkena muntahan itu pun harus disucikan dengan dibasuh tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan debu atau tanah.
"Kalau muntah maka kalau sudah menyucikan (najis mugholadhoh di mulut) maka engga perlu lagi disucikan. Tapi kalau belum, disucikan dulu," katanya.