REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Adab merupakan sesuatu yang sangat penting dalam Islam. Bahkan, adab lebih diutamakan daripada ilmu. Seorang muslim sudah selayaknya memiliki adab yang baik, termasuk ketika berada dalam sebuah majelis.
Sangat banyak adab yang peru diperhatian seorang muslim ketika berada dalam sebuah mejelis. Dalam beberapa hadits juga disebutkan beberapa adab ketika duduk dalam sebuah majelis. Di antaranya, tidak mengambil tempat orang lain.
Dari Ibnu Umara ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah sesekali salah seorang di antara kamu sekalian membangkitkan seseorang dari tempat duduknya, kemudian ia duduk pada tempatnya itu, tetapi hendaknya kami sekalian memeprluas untuk memberi tempat. Dan bagi Ibnu Umar, ababila ada seseorang bangkit dari tempat duduknya dan Ibnu Umar dipersilahkan untuk duduk pada tempat itu, maka ia tidak mau duduk pada tempat itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Begitu datang ke majelis ilmu, hendaknya seseorang memperhatikan sekitar lebih dulu dan mencari tempat yang masih tersedia. Jika sudah tidak ada tempat lagi, maka orang yang berada di majelis dianjurkan untuk melebarkan lingkaran majelis dan menyediakan tempat bagi orang yang baru datang tersebut.
Dari Abu Hurairah ra juga dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang dari kamu sekalian bangkit dari tempat duduknya kemudian ia kembali lagi, maka ia adalah orang yang paling berhak untuk menempati tempat tersebut. (HR Muslim).
Kemudian, jika majelis ilmu dilakukan dalam bentuk lingkaran, maka jangan duduk di tengah lingkaran. Selain itu, tidak dibenarkan juga untuk duduk di antara dua orang, kecuali orang tersebut mengizinkannya.
Dari Hudzaifah bin Al Yaman ra bahwasanya Rasulullah SAW mengutuk orang yang berada di tengah-tengah lingkaran majelis. (HR Abdu Daud).
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Suatu kaum yang duduk di suatu majelis di mana mereka tidak berdzikir kepada Allah Ta’ala dan tidak pula membaca sholawat Nabi maka mereka sungguh mendapatkan kerugian, (tergantung Allah) apakah Ia menyiksa mereka atau mengampuni mereka.” (HR Tirmidzi).