REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam merupakan agama yang sangat peduli terhadap kebersihan. Maka sarana-sarana pembersih sangat diperhatikan dalam tatanan fikih, termasuk tanah.
Abdul Qadir Muhammad Manshur dalam buku Panduan Shalat An-Nisaa menjelaskan, apabila tanah terkena najis maka disucikannya dengan menyiramkan air pada tempat najasah.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa seorang Badui berdiri dan kencing di dalam masjid. Orang-orang pun mencacinya, namun Rasulullah SAW bersabda, "Biarkanlah dia dan tumpahkanlah seember air pada air kencingnya. Sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan dan kalian tidak diutus untuk menyulitkan,".
Ini apabila tanah belum mengering. Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk segera menyiramnya dengan air agar menjadi suci. Adapun apabila tanah dibiarkan sampai mengering dan bekas najasah hilang, maka kekeringan tanah itu telah menyucikannya.
Ibnu Umar berkata, "Dulu anjing-anjing kencing di dalam masjid serta datang dan pergi pada masa Rasulullah SAW. Dan mereka sama sekali tidak menyiramnya,". HR Bukhari dan Abu Dawud.
Dan Abu Qilabah berkata, "Kesucian tanah adalah kekeringannya,". Ini semua apabila najasah berbentuk cair. Adapun apabila najasah berbentuk padat sehingga ia memiliki bentuk, maka ia tidak menjadi suci kecuali dengan kehilangan atau perubahan wujudnya.