Kamis 22 Dec 2022 21:00 WIB

Syekh Ibnu Athaillah: Ibadah dan Ikhtiar Harus Seimbang

Jika Allah menyuruh ibadah maka kerjakan ibadah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Syekh Ibnu Athaillah: Ibadah dan Ikhtiar Harus Seimbang. Foto: Ilustrasi Ibnu Athaillah
Foto: Republika.co.id
Syekh Ibnu Athaillah: Ibadah dan Ikhtiar Harus Seimbang. Foto: Ilustrasi Ibnu Athaillah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menjelaskan bahwa ibadah dan berusaha atau ikhtiar harus seimbang. Jika Allah menyuruh beribadah, maka kerjakan ibadah. Jika Allah menyuruh berusaha atau ikhtiar maka kerjakan ikhtiar.

"Keinginanmu untuk berkonsentrasi (ibadah) kepada Allah SWT padahal Dia telah menetapkan agar berusaha merupakan bagian dari syahwat tersembunyi. Keinginanmu berusaha padahal Dia menetapkan untuk

Baca Juga

konsentrasi beribadah merupakan bentuk penurunan semangat yang tinggi."

Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017 menjelaskan maksud Syekh Athaillah mengenai ibadah dan usaha harus seimbang.

Keinginan kamu untuk mengkonsentrasikan diri beribadah kepada Allah SWT dan melepaskan diri dari segala usaha, pekerjaan, dan tindakan yang sebenarnya tidak terlarang secara syara', bahkan tidak juga makruh, tapi itu merupakan bagian dari syahwat yang tersembunyi.

Allah SWT Yang Maha Bijaksana telah mengatur segala urusan hamba-Nya, baik yang kecil maupun yang besar, baik yang nyata maupun yang tersembunyi. Tidak ada seorang manusia pun di dunia, kecuali ia berada di bawah pengaturan­-Nya, walaupun ia kafir.

Walaupun kamu mengkonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah SWT, akan tetapi kamu tetap harus berusaha dan bekerja demi menghidupi diri sendiri dan keluarga. Allah SWT sudah menentukan bahwa rezeki itu tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi harus dicari dan diusahakan.

Jika pekerjaan kamu hanya di masjid maka tidak ada rezeki yang menghampirinya. Hal ini sesuai dengan perkataan Umar bin Khathab Radiallahu Anhu, "Sesungguhnya, langit tidak menurunkan hujan emas dan perak."

Keinginan seorang hamba yang menyelisihi ketentuan Allah SWT dalam syariat-Nya adalah bentuk syahwat tersembunyi. Sebagai seorang hamba, tidak ada yang bisa dilakukan, kecuali menjalankan sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Kita tidak memiliki kemampuan apapun. Semua kekuatan dan kekuasaan berada di tangan-Nya.

Janganlah sampai kesombongan merasuk ke dalam diri, sehingga merasa paling hebat dan tidak membutuhkan siapa pun, bahkan terhadap Sang Pencipta. Ini adalah sebuah tindakan kriminal dalam akidah yang harus dibuang jauh­ jauh.

Dalam setiap ketentuan-Nya, pasti ada hikmah dan faedah yang sebagian besarnya tidak mampu diketahui oleh akal manusia. Sebaliknya, keinginan kita untuk berusaha dan melarutkan diri di dalamnya, sehingga lalai beribadah menyembah Allah SWT merupakan bentuk keterpurukan dari semangat yang tinggi.

Di zaman sekarang, dikenal dengan istilah workaholic. Bekerja terus-menerus tanpa mengenal lelah dan isti­rahat, bahkan jika tidak be­kerja maka ia akan sakit. Tindakan seperti ini juga tidak diizinkan oleh syariat.

Bagaimana mungkin kamu melarutkan diri da­lam pekerjaan, padahal Sang Pencipta telah mengatur kamu untuk melarutkan diri dalam ibadah kepada-Nya (apabila tiba waktunya). Hal ini agar kamu bisa bersama-Nya, menyaksikan-Nya, dan merasakan kenikmatan di hadapan-Nya.

Ketika kamu lalai dalam menyembah Allah SWT, dan sibuk dengan usaha-usaha yang bersifat keduniaan, maka kamu telah terperosok ke dalam jurang kehinaan. Kamu telah kehilangan semangat yang seharusnya dimiliki seorang Muslim, yaitu semangat beribadah kepada-Nya dan

mengharapkan keridhoan-Nya.

Orang yang memiliki semangat tinggi selalu meng­harapkan sesuatu yang diharapkan oleh Penciptanya. Jika Allah SWT menginginkannya untuk beribadah maka ia akan beribadah. Jika Dia menginginkannya untuk bekerja dan berusaha maka ia akan mengerjakannya.

Kita adalah hamba, dan seorang hamba harus rela ter­hadap ketentuan yang ditetapkan oleh Tuannya. Jika Tuan menetapkan untuk beribadah, maka seorang hamba harus mengerjakannya. Jika Tuan menetapkan untuk berusaha maka ia juga harus mengerjakannya sepenuh hati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement