Ahad 18 Dec 2022 23:00 WIB

Penyakit THT dan Pengobatannya Ala Dokter Muslim Abad Pertengahan

para dokter itu mampu mendiagnosis kebanyakan penyakit THT.

Dokter Muslim tempo dulu saat memeriksa pasien (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Dokter Muslim tempo dulu saat memeriksa pasien (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Meski di era kekhalifahan belum ada peralatan yang bisa digunakan untuk mendiagnosis pe nyakit, para dokter Muslim telah mampu melakukannya. Bermodalkan observasi yang baik dan keahlian klinis, para dokter itu mampu mendiagnosis kebanyakan penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan (THT).

Ar Razi, misalnya, memiliki cara sendiri untuk mendiagnosis dan mengobati pasien penyakit THT. Dalam kitabnya yang berjudul Al Hawi, dokter termasyhur di awal abad ke-10 itu memeriksa pasiennya di bawah cahaya matahari langsung. Dia juga menggunakan mikroskop cermin. Untuk memeriksa te linga dan hidung, Ar Razi menggunakan spekula. Sedangkan, untuk memeriksa mulut dan tenggorokan, ia menggunakan penekan lidah.

Baca Juga

Dokter termasyhur itu juga menjelaskan penyebab penyakit yang sering terjadi di bagian luar dan tengah te linga. Tak cuma itu, Ar Razi pun memerinci satu per satu jenis penyakit di ba gian telinga. Selain itu, dia juga menjelaskan penyakit lainnya yang biasa ter jadi pada hidung, mulut, kerongkongan, dan tenggorokan. Ar Razi pun tercatat sebagai dokter pertama yang menjelaskan rhinorrhea atau penyakit ingusan berikut penyebabnya.

‘’Dialah dokter pertama yang menggunakan alkohol sebagai antiseptik,’‘ papar Prof Mostafa Shehata.

Hampir sama dengan Ar Razi, Ibnu Sina juga mendiagnosis penyakit THT dengan menggunakan mikroskop cermin, spekula khusus, serta melakukan diagnosis dengan jari untuk membedakan beragam bengkak. Dengan kemampuannya yang tinggi dalam meraba, Ibnu Sina bisa mendiagnosis penyakit mulut, tenggorokan, dan kerongkongan dengan sangat akurat.

Ibnu Sina pun dapat membedakan antara tumor jinak dan ganas yang menular. Dia juga mengurai - kan secara de tail informasi mengenai telinga, hidung, dan gejala ketulian, vertigo, ingusan, telinga berdengung ( tinnitus), gangguan pita suara ( hoarseness), sakit menelan ( dysphagia), dan gangguan pada pernapasan ( stidor).

‘’Ibnu Sina menjelaskan secara pe rinci satu per satu tentang penyebab ke tulian dan telinga berdengung,’‘ imbuh Prof Mostafa.

Sedikitnya, Ibnu Sina menjelaskan lima jenis gangguan yang menyebab - kan telinga berde ngung. Ia juga menemukan beberapa peralatan baru untuk menguji dan mendiagnosis penyakit. Salah satunya dengan menemukan saluran bengkok yang terbuat dari perak atau emas untuk menyelamatkan pasien yang tercekik. Menurut Mostafa, Ibnu Sina merupakan dokter yang paling berjasa dalam menemukan endotracheal intubation sebuah prosedur medis dengan menempatkan sebuah saluran (pipa) kepada trakea. Proses ini dilakukan untuk membuka saluran udara ketika memberi oksigen, pengobatan, atau pembiusan. Namun, sejarawan kedokteran Barat tak mengakui jasa Ibnu Sina dalam endotrache al intubation.

Mereka malah menyatakan bahwa Mac Ewan dan Einsenmenger yang baru hidup pada tahun 1847 sebagai penemu endotracheal intubation. Dokter Muslim lainnya yang mem beri kontribusi dalam pengobatan THT adalah Ibnu Al Baladi (971 M). Ia ba nyak membahas diagnosis dan peyembuhan penyakit THT. Hal yang sama juga dilakukan dokter terkemuka di Seville pada abad ke-12 M, Ibnu Zohr. Dia juga menyumbangkan pe mikiran dan hasil penelitiannya mengenai diagnosis dan penanganan penyakit THT.

Sementara itu, Al Zahrawi Bapak Ilmu Bedah Modernbanyak membahas operasi telinga, hidung, dan tenggorokan secara perinci dalam kitab Al Tassreef. Apa yang ditemukan dan di kembangkan oleh para dokter Muslim di era kekhalifahan itu diadopsi dan diserap dokter di Eropa. Berbekal pengetahuan yang ditransfer dari peradaban Muslim itulah Eropa mengalami Renaisans. Inilah salah satu pengakuan terhadap kontribusi peradaban Islam dalam dunia kedokteran.

‘’Kedokteran itu tak ada sampai Hippocrates menciptakannya, kedokteran mati sampai Galen meng hidupkannya, kedokteran tercerai-berai sampai Ar Razi menyatukannya, dan kedokteran tak lengkap hingga Ibnu Sina menyempurnakannya,’‘ tutur

seorang dokter Eropa bernama De Boer. 

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement