REPUBLIKA.CO.ID, Para dokter Muslim mulai melakukan penelitian dan pengkajian seputar pengobatan penyakit THT pada era kekuasaan Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Di zaman keemasan itu, tak kurang dari 1.000 dokter Muslim terkemuka tersebar di kota-kota besar Muslim, seperti Baghdad, Damaskus, Kairo, Alexandria, Kairouan, Cordoba, Seville, serta Valencia. ‘’Di masa itu, pengobatan penyakit THT ditangani oleh dokter umum, dokter spesialis bedah, dan dokter spesialis anak-anak.’‘
Upaya pertama yang dilakukan para dokter Muslim di era keemasan adalah mengkaji dan meneliti anatomi dan fisiologi telinga, hidung, dan tenggorokan. Hal itu dilakukan lantaran informasi tentang anatomi dan fisiologi THT sangat terbatas. Sebelum peradaban Islam berkembang pesat, secara ilmiah juga belum diketahui bagaimana proses mendengar terjadi.
Penelitian tentang anatomi dan fisiologi THT dilakukan sederet dokter Muslim dari abad ke abad, seperti Ibn Zakariya Ar Razi (850 M-923 M), Ibnu Sina (980 M-1036 M), Ali Ibnu Abbas (994 M), Abdul Latif Al Baghdadi (1161 M-1242 M), Ibnu Al Baladi (971 M), Abdul Malik Ibnu Zohr (1092 M- 1162 M), Al Zahrawi (936 M-1013 M), dan Ibnu Al Nafis (1210 M-1288 M). Secara detail, mereka menjelaskan anatomi dan fisiologi telinga, hidung, dan tenggorokan.
Hasil kajian para dokter Muslim tentang anatomi dan fisiologi THT itu terekam dalam kitab dan risalah kedokteran Islam. Ar Razi menuangkan buah pikirnya tentang anatomi dan fi siologi THT dalam kitab Al Hawy. Se dangkan, Ibnu Sina memaparkannya dalam Canon of Medicine kitab kedokteran yang legendaris. Ali Ibnu Abbas mencatatnya dalam Al Kitab El Malaky.
Sementara itu, Al Baghdadi menuliskan hasil kajiannya dalam The Com pendium in Medicine dan Ibnu Al Baladi dalam The Care of Pregnant Women, Infants, and Children. Ibnu Zohr menuangkan penelitiannya tentang anatomi dan fisiologi THT dalam kitab Al Tayseer. Dokter bedah terkemuka dari Cor - doba, Al Zahrawi menuliskannya dalam kitab Al Tassrif. Bapak Fisiologi Ibnu Al Nafis menuliskan hasil kajiannya dalam kitab Al Shamel Fi Sinaat Al Tibb.
Menurut Ibnu Sina, daun telinga memiliki bentuk seperti corong yang berfungsi untuk mengumpulkan ge lombang suara. Saluran pendengaran eksternal, papar Ibnu Sina, adalah saluran sempit yang membengkok berfungsi untuk melindungi genderang telinga dan menjaga telinga luar agar tetap hangat. Ibnu Sina juga menyatakan, genderang telinga adalah lapisan tipis yang merespons getaran suara.
Tiga dokter Muslim terkemuka, Ali Ibnu Abbas, Al Baghdadi dan Ibnu Al Nafis juga tercatat sebagai perintis yang meluruskan kesalahpahaman tentang keyakinan adanya satu syaraf dari telinga dan wajah. Ketiganya menyatakan bahwa ada dua syaraf terpisah yang bertautan dengan tengkorak di antara wajah dan telinga. Selain itu, sejarah kedokteran juga mencatat Ibnu Sina sebagai dokter pertama yang menjelaskan bahwa pendengaran sebagai penerimaan gelombang suara di genderang telinga.
Ibnu Sina, dalam Canon of Medicine, menjelaskan secara detail tentang tenggorokan dan kerongkongan. Terkait dengan tenggorokan, papar Prof Mustafa, Ibnu Sina menjelaskan tulang rawan, tulang ikat, dan otot kecil pangkal tenggorokan serta mengidentifikasi perannya dalam menam - pilkan beragam fungsi tenggorokan.
Penjelasan ilmiah tentang tenggorokan juga diungkapkan Ibnu Sidah, seorang saintis dan ahli bahasa kenamaan di abad ke-10 M. Dalam kitabnya yang termasyhur, Al Mokhassus yang membahas berbicara dan bernyanyi, Ibnu Sidah menjelas kan karakter, tingkat, dan jenis suara manusia. Ibnu Sidah menyumbangkan pemikiran baru tentang intonasi suara, ritme, senandung, pengulangan, dan resonansi. Ia juga telah mampu membedakan antara bunyi suara yang senang, parau, dan melankolis. Dari hasil kajian anatomi dan fisiologi itulah, para dokter Muslim mampu mengidentifikasi berbagai penyakit THT.