REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ratusan ribu, bahkan sejumlah statistik kasar, manuskrip Islam tersimpan di pusat-pusat studi Barat. Pada saat yang sama, sarjana Muslim kesulitan mendapatkan manuskrip ulama-ulama terdahulu.
Bagaimana dan mengapa manuskrip-manuskrip itu bisa sampai ke Inggris, Berlin, Milan, Paris, bahkan Vatikan? Siapa yang membawanya?
Untuk keperluan apa? Pertanyaan itu menggerakkan Stephan Roman, direktur British Council regional Asia Selatan.
Lewat the Development of Islamic Library Collections in Western Europe and North America, Roman, ia mendata manuskrip-manuskrip Islam yang tersebar di Eropa Barat dan Amerika Utara.
Pria kebangsaan Inggris itu pun mendapati penyebaran sejumlah besar manuskrip Islam di 10 negara Barat. Yakni, Inggris, Prancis, Jerman, Denmark, Italia, Belanda, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Dengan berbagai alasan, negara-negara tersebut menyimpan ratusan hingga ribuan manuskrip Islam.
Dunia Islam mencakup kawasan geografi yang luas, membentang dari Afrika Barat, jazirah Arab, hingga semenanjung Melayu-Indonesia.
Menurut Roman, semua manuskrip yang berasal dari wilayah dunia Islam ini tergolong manuskrip Islam apabila ditulis Muslim dan lahir dari struktur komunitas Muslim.
Artinya, naskah itu diproduksi dalam tradisi intelektual Islam yang dominan, seperti kesultanan Islam, pondok pesantren, atau komunitas Muslim.
Keragaman manuskrip Islam merentang seluas dunia Islam. Manuskrip tersebut ditulis dalam berbagai bahasa dan sistem aksara. Arab, Persia, dan Turki adalah bahasa-bahasa dominan digunakan di dunia Islam, tetapi ada juga manuskrip yang ditulis dalam bahasa Urdu, Pashtu, Jawa, Melayu, Makassar, dan Swahili.
Ada berbagai aktor dan faktor yang menyebabkan perpindahan manuskrip-manuskrip Islam ke tangan Barat. Sebagian manuskrip diperoleh lewat perampokan dan penjarahan pada masa kolonialisme.
Yang lain, melalui proses transaksi jual-beli. Tapi, ada pula yang sengaja dihadiahkan penguasa Muslim.
Baca juga: Hidayah adalah Misteri, Dunia Clubbing Pintu Masuk Mualaf Ameena Bersyahadat
Stefanie Brinkmann dari Institute of Oriental Studies, University of Leipzig, mengatakan, banyak koleksi naskah Islam berasal dari kontak dengan Kekaisaran Ottoman pada abad ke-17 hingga abad ke-19.
Manuskrip-manuskrip itu dibawa tentara, pedagang, misionaris, administrator, penulis, dan pelancong.
Interaksi pertama Barat dengan manuskrip Islam terjadi pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Pada masa itu, banyak sarjana Barat belajar di pusat-pusat intelektual Islam, seperti Kordoba, Sevilla, Granada, Salamanca, dan Toledo.