REPUBLIKA.CO.ID,Peradaban Islam di era keemasan memang sangat memberi perhatian yang besar pada tumbuh-tumbuhan. Tak heran, jika Felipe Fernndez-Armesto, seorang guru besar sejarah global environmental dari University of London mengatakan, peradaban Islam di abad kejayaan begitu memperhatikan kehadiran taman. ‘’Pada dasarnya taman atau kebun merupakan suatu seni yang mulia,’’ papar Armesto.
Bukan tanpa alasan, jika masyarakat dan penguasa Muslim di era kejayaan begitu suka menghadirkan taman dan kebun di sekeliling lingkungan dan rumah. ‘’Pastilah ada alasan yang jelas yang melandasi keberadaan taman yang tersebar di mana-mana sebagai salah satu bentuk seni dalam dunia Muslim,’’ papar R Ettinghausen dalam Introduction, in The Islamic Garden.
Salah satu alasan hadirnya taman dalam peradaban Islam adalah janji adanya surga di hari akhir. Allah SWT kerap mengungkapkan dan menggambarkan surga dalam Alquran dengan taman. ‘’Sesungguhnya orangorang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air.’’ (QS Adz Dzaariyaat:15).
Firman Allah SWT dalam surat Al Waaqi’ah (hari kiamat) ayat 27-34 juga menggambarkan surga sebagai sebuah taman dan kebun yang indah, rindang, dan berbuah lebat. Deskripsi surga bak taman dan kebun itu memainkan peranan yang penting dalam kosmografi dan keyakinan keagamaan umat Muslim.
Sejak abad pertama hijrah,masyarakat Islam sudah mulai menghadirkan taman dan kebun di lingkungannya. Kehadiran taman terus menyebar dan meluas di dunia Islam mulai dari Spanyol hingga India. Menurut MW Dols dalam Herbs, Middle Eastern; Dictionary of Middle Ages, salah satu contoh taman Islami ada di Istana Singa kompleks Masjid Alhambra.
AM Watson dalam tulisannya Agricultural Innovation in the Early Islamic World mengungkapkan betapa banyaknya taman dan kebun yang dibangun di kota-kota Islam pada masa keemasannya. Ia mencontohkan, di Fustatkota tua Kairo pada era Tulunid terdapat ribuan taman pribadi.
Orang-orang di kota itu memiliki cita rasa dan selera yang tinggi terhadap taman dan kebun. Penjelajah dari Persia, Nasir-i Khusraw menjadi saksi betapa saat itu, di kota Fustat, muncul taman dan kebun buah-buahan seperti jeruk, pisang, beragam bunga, dan tanaman yang wangi. Taman dan kebun itu diairi oleh mesin irigasi.
Taman dan kebun juga bertebaran di Basra, Irak. Di Irak saat itu terdapat 40 ribu kebun buahbuahan. Malah di Damaskus -pusat kekuasaan Dinasti Umayyah -terdapat 110 ribu kebun dan taman. Satu kebun di kota Samarra pada abad ke-9 M luasnya bisa mencapai 432 acre (196,5 ha).
Tak heran, jika dua duta besar Kerajaan Bizantium yang tiba di Baghdad awal abad ke-10 terpesona dengan indahnya taman dan kebun. Ettinghausen menambahkan, penduduk Turki juga begitu menggemari bunga-bunga yang cantik. Tak heran, jika di mana-mana tersebar taman. Pada abad ke-16, orang Turki sangat menyukai bunga.
Di kota-kota Muslim lainnya di Afrika Utara, pada era keemasan juga disemarakkan dengan kehadiran taman-taman. Tunisia, Aljazajair, Marrakech dihiasi taman dan kebun. Bahkan di Maroko, Sa’did Ahmad Al-Mansur secara khusus menghadirkan konsep taman Alhambra di istana Badi of Marrakech. Di Aljazair malah terdapat 20 ribu kebun dan taman. Begitulah kota-kota Islam era keemasan menampilkan pesonanya melalui kebun dan taman.