REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tak mudah beramal selama hidup dunia, ikhlas menjadi kunci dalam setiap ibadah. Apa itu ikhlas?
Pimpinan Quantum Akhyar Institut Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengatakan, secara bahasa, kata ikhlas berasal dari akar kata khalasha, bermakna 'murni', 'bening', 'bersih', 'tidak bercampur suatu apa pun'.
Karena itu, kata khalis memiliki arti murni. Senantiasa bersih atau murni dan tidak bercampur dengan segala hal yang dapat mengotori kemurnian hati.
Sementara itu, akhlasa berarti upaya yang sungguh-sungguh untuk menghilangkan kotoran yang mencampuri sesuatu sehingga menjadi murni.
Maka dari itu, menurut UAH, ikhlas adalah sifat atau karakter yang murni, yakni keadaan murni yang tidak tercampur dengan motivasi atau keadaan apa pun di luar tujuan pokok yang ingin diraih.
UAH mencontohkan, tujuan setiap hamba beribadah adalah karena Allah SWT atau murni tujuan beribadah semata-mata karena Allah SWT sehingga tidak ada motif lain. Ketika ada hal lain yang menjadi motif beribadah, itu yang merusak keikhlasan beribadah.
Ibadah yang dikerjakan karena ingin diperhatikan Allah SWT maka sifatnya disebut ihsan, yakni berusaha menyembah Allah SWT dan merasakan terus diawasi Allah SWT (muraqabah) sekalipun diri ini belum mampu melihat-Nya.
Sedangkan, ibadah yang ingin dilihat dan dipuji makhluk disebut dengan riya dan sum'ah. Hal itulah yang justru menggeser ihsan sehingga menjadikan ibadah tidak lagi murni karena Allah SWT.
"Kalau kita ingin menepikan itu, berusaha lillah, sifatnya disebut dengan ikhlas. Orang yang berusaha mewujudkan itu, namanya mukhlis, jamaknya mukhlisuun. Kita itu diperintahkan Allah SWT sepanjang beribadah itu usahakan yang ikhlas. Jadi, usaha kita yang dilihat Allah SWT. Nanti Allah SWT yang ngasih hasilnya," kata UAH dalam kajiannya yang juga disiarkan melalui akun resmi Youtube Adi Hidayat Official.
Baca juga: Pernah Benci Islam hingga Pukul Seorang Muslim, Mualaf Eduardo Akhirnya Bersyahadat
UAH mengatakan, perintah agar beribadah kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan tertuang dalam Alquran surat al-Bayyinah ayat 5.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
Menurut dia, orang yang sudah ikhlas tidak akan pamrih terhadap amal yang dikerjakannya. Orang tersebut tidak memikirkan apa pun kecuali keridhaan Allah SWT atas amal yang dikerjakannya.
Karena itu, menurut UAH, ada orang yang bersedekah dan amalnya itu terlihat oleh orang lain, tapi dirinya sama sekali tak memedulikan pandangan makhluk akan amalnya itu.
Dia tidak memikirkan pujian orang lain atas amalnya itu. Semua yang dikerjakannya itu semata-mata karena Allah SWT.
UAH mengatakan, seseorang yang telah tertanam ikhlas dalam jiwanya maka berubah dari mukhlis atau orang yang berupaya mewujudkan ikhlas menjadi mukhlas. Orang yang mukhlas sulit digoda setan. Ini sebagaimana dalam Alquran surat al-Hijr ayat 39-40.
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.”