REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Perjalanan sahabat Nabi Muhammad SAW asal Persia, Salman Al-Farisi, mengenal Islam tak mudah. Ia bahkan pernah menjadi budak.
Saat berjumpa dengan Rasulullah SAW, Salman al-Farisi, langsung menyatakan keimanannya. Dengan bantuan beliau dan sejumlah Muslimin, dirinya pun dibebaskan dari status hamba sahaya. Sejak saat itu, ia tidak pernah absen dari perjuangan di jalan dakwah bersama dengan Nabi Muhammad SAW.
Mengikuti jejak beliau, Salman turut berhijrah ke Madinah. Di kota tersebut, Rasul SAW mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan penduduk setempat (Anshar).
Bagi yang belum memiliki tempat tinggal, dipersilakan menempati pelataran Masjid Nabawi, yakni bagian yang disebut sebagai Suffah.
Di Madinah, Salman sangat rajin dalam menuntut ilmu dan bekerja. Ia menghayati betul sabda Nabi Muhammad SAW, Tidak ada orang yang mendapatkan makanan yang lebih baik daripada hasil dari pekerjaan tangannya sendiri. Sebagian penghasilannya ditabung untuk menghadapi hari depan.
Akhirnya, Salman ingin menikah. Selama ini hatinya diam-diam condong pada seorang wanita salehah dari kalangan Anshar.
Akan tetapi, dirinya belum berani melamar Muslimah tersebut. Sebagai seorang pendatang dari luar Arab, ia merasa kurang percaya diri.
Bagaimana adat melamar wanita menurut tradisi masyarakat Madinah? Ia belum bisa memastikan. Yang jelas, jangan sampai melangkah tanpa persiapan yang matang. Karena itu, Salman berinisiatif untuk meminta bantuan dari seorang Anshar, yakni Abu Darda.
Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat
Begitu mengetahui maksud kedatangan Salman, Abu Darda mengucapkan hamdalah. Sosok yang bernama asli Uwaimir bin Malik al- Khazraji itu turut senang melihat seorang Muslim yang saleh hendak menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, dirinya bersedia membantu pemuda asal Persia tersebut.
Selama beberapa hari, segala persiapan dilakukan. Barulah kemudian, Salman dengan ditemani Abu Darda mendatangi kediaman keluarga sang gadis yang dimaksud. Mereka diterima dengan baik oleh tuan rumah.
“Saya adalah Abu Darda dan ini adalah saudara saya, Salman, dari Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam. Ia pun turut dalam jihad dan beramal di sisi Rasulullah SAW. Bahkan, beliau menganggapnya sebagai anggota ke luarga sendiri,” ujar Abu Darda dengan fasihnya menggunakan dialek bahasa Arab Madinah.
Setelah perkenalan, ia pun menyampaikan maksud kedatangan. Tujuannya bertamu ialah mewakili Salman untuk melamar putri sang tuan rumah. Rupanya bapak si gadis itu merasa senang sekali.
Sebuah kehormatan bagi kami menerima sahabat Rasulullah SAW yang mulia. “Kami pun senang jika memiliki menantu dari kalangan sahabat,” ujar ayah si wanita.