Jumat 25 Nov 2022 17:08 WIB

Etika Bertetangga di Era Media Sosial dan Relevansi Silaturahim Offline-Online

Era media sosial menuntut penegasan adab dalam bersilaturahim

Ilustrasi bertetangga. Era media sosial menuntut penegasan adab dalam bersilaturahim
Foto:

Oleh : Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali

Dalam Islam, ada ragam pendapat tentang batasan tetangga. Ada yang menyebut bahwa tetangga adalah orang yang rumahnya saling berdekatan. Baik tetangga tersebut seiman atau tidak.

Sebagian ulama mengatakan, bahwa batasan dalam tetangga itu dikembalikan kepada kebiasaan masyarakat setempat ('urf).

Sementara, banyak ulama berpendapat bahwa batasan tetangga adalah semua orang yang menempati 40 rumah dari semua penjuru arah rumah kita, baik arah barat, utara, timur, maupun selatan:

وَالجِيرَانٌ أربعون دَارًا مِنْ كُلِّ جَانِبٍ كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ

“Tetangga itu, sebagaimana penjelasan Imam Syafi'i, adalah 40 rumah dari semua arah." (Mughni al-Muhtâj : 4/95). 

Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Auza'i juga memiliki pandangan yang sama dengan Imam Syafi'i.

Etika dalam bertetangga

Secara umum hak dan kewajiban bertetangga sama dengan hak dan kewajiban yang harus ditunjukkan kepada sesama orang Muslim. 

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذاَ مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذاَ مَاتَ فَاتْـبَعْهُ

“Hak seorang Muslim terhadap sesama Muslim itu ada enam yaitu jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya, jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat, jika ia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillâh’ maka doakanlah ia dengan ‘Yarhamukallâh’, jika ia sakit maka jenguklah dan jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.” (HR Muslim).

Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat

Imam Al-Ghazali secara detail menjelaskan tentang adab atau etika bertetangga dalam kehidupan sehari-hari.

آدَابُ الجَارِ: اِبْتِدَاؤُهُ بِالسَّلَامِ، وَ لَا يُطِيْلُ مَعَهُ الْكَلَام،َ وَلَا يُكْثِرُ عَلَيْهِ السُّؤَال، وَيَعُوْدُهُ فِي مَرَضِهِ، وَيُعْزِيْهِ فِي مُصِيْبَتِهِ، وَيُهَنِّيْهِ فِي فَرَحِهِ، ويتلطف لولده و عبده في الكلام، وَيَصْفَحُ عَنْ زَلَّتِهِ، وَمُعَاتَبَتُهُ بِرِفْقٍ عِنْدَ هَفْوَتِهِ، وَيَغُضُّ عَنْ حُرْمَتِهِ، وَيُعِيْنُهُ عِنْدَ صَرْخَتِهِ، وَلَا يُدِيْمُ النَّظْرَ إِلَى خَادِمَتِهِ

"Adab bertetangga (yaitu) mendahului berucap salam, tidak lama-lama berbicara, tidak banyak bertanya, menjenguk yang sakit, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah, ikut bergembira atas kegembiraannya, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya, memberikan pertolongan ketika diperlukan, tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.” (Majmû'ah Rasâ'il al-Imam Al-Ghazali ayat 444). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement