Rabu 09 Nov 2022 18:34 WIB

Apakah Ada Perbedaan Cara Mendidik Anak Laki-laki dan Perempuan Menurut Islam?

Pendidikan anak laki-laki dan perempuan dalam Islam tidak bisa disamakan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pendidikan anak dalam keluarga. Pendidikan anak laki-laki dan perempuan dalam Islam tidak bisa disamakan
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ilustrasi pendidikan anak dalam keluarga. Pendidikan anak laki-laki dan perempuan dalam Islam tidak bisa disamakan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Rasulullah Muhammad SAW adalah qudwah (suri teladan) utama dalam parenting. Bukan hanya seorang nabi, pemimpin politik, panglima perang, melainkan beliau juga adalah seorang suami, ayah, sekaligus kakek. 

Direktur Pondok Pesantren Tahfidzul Quran (PPTQ) Ibnu Abbas Klaten,  Ustadz Dr Hakimuddin Salim Lc MA, mengatakan banyak sekali inspirasi kepengasuhan yang bisa kita ambil. Di antaranya adalah riwayat bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Baca Juga

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ 

"Setiap anak lahir dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. 

Ustadz Hakimuddin menjelaskan, setidaknya ada tiga inspirasi dari hadits di atas. Pertama, semua anak lahir dalam fitrah, keadaan bertauhid, suci dari segala dosa. Semua manusia sudah pernah bersyahadat kapada Allah SWT di alam ruh sebelum dilahirkan ke dunia. 

Kedua, bahwa yang paling bertanggung jawab untuk menjaga fitrah tersebut adalah orang tuanya. Merekalah yang berperan utama mempertahankan kesucian itu atau justru menyimpangkannya kepada ideologi lain. 

Ketiga, yang disebut dalam hadits itu adalah abawaahu, kedua orang tua, bukan hanya salah satunya. Ini menunjukkan harus ada kerja sama antara ayah dan ibu dalam upaya mendidik anak, menjaga mereka tetap di atas fitrah. Jika seorang ibu sering disebut sebagai sekolah pertama (madrasah ula), ayah mesti berperan kepala sekolah (raisul madrasah). 

Dia menegaskan, menjadi orang tua yang ideal berarti seperti yang dikehendaki Allah SWT dalam Alquran dan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Kunci utamanya adalah keteladanan. 

Ayah dan ibu harus bisa menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Kesalehan pribadi mereka akan sangat berpengaruh pada kesalehan anak. Misalnya, buah hati dalam fase anak-anak (marhalah thufulah) atau fase imitasi. 

“Mereka akan meniru apa pun yang orang tua ucapkan dan lakukan. Sampai dikatakan, You are what you see,” kata dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut, dikutip Republika.co.id, dari Harian Republika, Rabu (9/11/2022). 

Lantas, apakah ada perbedaan pola pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan?  

“Tentu ada. Itu bagian dari pendidikan anak yang berbasis fitrah. Menjaga dan mengembangkan mereka di atas fitrah gender mereka masing-masing, baik lelaki maupun perempuan,” kata Ustadz Hakimuddin. 

Dia mengungkapkan, banyak hadits Nabi Muhammad SAW yang mendorong kita untuk menanamkan dan mengembangkan tabiat rujulah (maskulinitas) pada anak laki-laki.

Misal, perintah untuk memisahkan tempat tidur mereka dari anak perempuan, larangan memakai kain sutra, mengajari mereka berenang, memanah, dan berkuda, serta menyiapkan mereka masuk ke jenjang pernikahan sebagai suami dan ayah. 

Begitu juga anjuran-anjuran untuk menanamkan dan mengembangkan tabiat unutsah (femininitas) pada anak perempuan.

Misalnya, dengan bersikap lebih lembut dengan mereka seperti memberikan mainan boneka, memakaikan anting, dan identitas perempuan lainnya. Dan, menyiapkan mereka agar bisa menjadi istri dan ibu pada masa yang akan datang.      

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement