REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lembaga Falakiyah Pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU) memprediksi gerhana bulan total akan terjadi pada Selasa (8/11/2022) malam ini. Dengan menggunakan sistem haqiqi bittahqiq, Lembaga Falakiyah menetapkan bahwa peristiwa langka ini akan terjadi pada malam Rabu Wage 14 Rabiul Akhir 1444 Hijriah atau 8 November 2022 Masehi.
Umat Islam pun disunnahkan untuk melaksanakan shalat gerhana bulan jika gerhana tersebut bisa dilihat secara kasat mata. Lalu bagaimana gerhana bulan pada Nabi SAW? Berapa kali terjadi?
Dikutip dari laman Rumah Fikih Indonesia, sebenarnya pertanyaan ini sudah dijawab oleh sala satu tokoh ahli falak di Indonesia, Ahmad Izzuddin. Dalam catatannya, ia menyebutkan bahwa selama masa Nabi Muhammad SAW setidaknya terjadi lima kali gerhana dengan beragama jenisnya.
Namun, jika merujuk pada riwayat-riwayat yang ada, Nabi SAW hanya sekali melakukan shalat gerhana bulan. Berdasarkan catatan Ahmad Izzuddin, berikut rinciannya:
Pertama, awal mula shalat gerhana bulan pada masa Nabi Muhammad SAW terjadi pada 20 November 625 Masehi atau bertepatan dengan 10 atau 11 Jumadal Akhirah tahun keempat Hijriah.
عن عائشة - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قالت: جهر النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - في صلاة الخسوف بقراءته
Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata, “Rasulullah SAW menjaharkan suaranya dalam shalat khusuf”. (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, gerhana bulan kedua pada masa Nabi Muhammad SAW terjadi pada 17 Mei 626 Masehi, tepatnya pada waktu Subuh. Jika dikonversikan pakai komputer tanggal tersebut jatuh pada Sabtu, 22 Dzulhijjah tahun keempat Hijriah.
Ahmad Izzudin menjelaskan, gerhana bulan pada masa itu terjadi hanya parsial (sebagian) menjelang waktu subuh hingga subuh berakhir. Bahkan, ketika bulan tenggelam masih dalam keadaan gerhana. Belum lagi, waktu gerhana ini sangat luas dengan waktu tenggelamnya sekitar dua jam.
“Waktu tersebut merupakan waktu di mana kaum muslimin lebih banyak di rumah atau masjid untuk melakukan qiyamul lail. Bahkan umat biasanya masih melakukan zikir setelah subuh. Sehingga fenomena ini terabaikan,” jelas Izzuddin.
Ketiga, gerhana bulan pada masa Nabi SAW selanjutnya tejadi pada 25 Maret 628 Masehi. Gerhana Bulan Sebagian ini terjadi dalam durasi dua jam lebih tujuh menit satu detik. Meski besar gerhana saat itu sudah 31 persen, namun waktunya terjadi saat Maghrib tiba, di mana umat Islam sedang menjalankan Shalat Maghrib di masjid. Kalau dikonversikan diperkirakaan jatuh pada Selasa, 10 Dzulqa’dah tahun keenam Hijriah.
Keempat, gerhana bulan selanjutnya terjadi pada 15 Maret 629 Masehi. Gerhana yang terjadi saat itu merupakan gerhana bulan total yang terjadi selama satu jam lebih 40 menit 31 detik. Jika dikonversikan, tanggal itu jatuh pada 10 atau 11 Dzulqa’dah tahun ketujuh Hijriyah.
Namun, karena terjadi pada Maret di mana menjadi waktu mulai berakhirnya musim dingin, aktivitas masyarakat Arab kala itu masih rendah. “Di samping itu sisa-sisa mendung kemungkinan masih banyak, sehingga bulan yang sedang gerhana luput dari perhatian masyarakat Madinah,” kata Izzuddin.
Kelima, gerhana bulan terakhir pada masa Nabi Muhammad SAW terjadi pada pada 4 Maret 630 Masehi. Gerhana Bulan Sebagian ini bertepatan dengan 10 atau 11 Dzulqa’dah tahun kedelapan Hijriah. Durasi gerhana ini mencapai dua jam lebih 42 menit 47 detik dengan besar gerhana 68 persen saat waktu Maghrib.
Tapi, Nabi tidak menjalankan shalat gerhana karena kemungkinan awal gerhana terjadi sebelum bulan terbit. Sehingga saat terbit bulan sudah dalam keadaan gerhana. Lalu 23 menit setelah matahari terbenam (waktu Maghrib) gerhana sudah berakhir. Gerhana ini mungkin juga tidak tersadari oleh masyarakat Madinah saat itu.