REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Selama ini yang umum dipahamkan kepada masyarakat, terutama dalam tradisi keilmuan tradisional kita tentang barzakh, lebih ditekankan sebagai sebuah tempat transit orang yang sudah wafat sampai hari kebangkitan kembali.
Ternyata, analisis mendalam di dalam berbagai ayat di dalam Alquran dan dan sejumlah hadis memberikan gambaran alam barzakh lebih luas daripada sekadar alam kubur.
Secara etimologi, kata barzakh berasal dari bahasa Arab. Asal katanya adalah baraza-yabruzu berarti 'keluar' (come out), 'muncul tiba-tiba' (crop-up), dan 'timbul' (rise, appear).
Dalam kamus bahasa Arab, barzakh sering diartikan sebagai sekat yang membeda kan antara dua sesuatu (al-hajiz bain syaiain), daratan yang membatasi dua laut (ardhun dhayyiqun bain al-maut wa alba'ts), antara kematian dan hari kebangkitan (ma bain almaut wa alba'ts).
Secara terminologi, kata barzakh didefinisikan oleh para ulama dalam berbagai perspektif. Di antara para ulama itu ialah sebagai berikut:
Pertama, Muhammad Bahauddin al-Baithar, dalam kitab al-Nafahatal-Aqdasiyyah fi Syarh al-Shalawat al-Ahmadiyyah alIdrisiyyah bahwa Barzakh ialah Nabi Muhammad SAW. Ia disebut al-barzakh karena berada di antara keber adaan wujud abadi dan wujud relatif.
Ia berada di dalam keberadaan hakikat (al-tsubut), tetapi ia juga berada di dalam keberadaan relatif (al-wujud), tidak identik hanya dengan salah satu di antaranya, karena itu ia juga mengalami relativitas wujud sebagai mana wujud-wujud lain. Keberadaan wujudnya disebut 'ain al-'adam.
Baca juga: Ritual Sholat Memukau Mualaf Iin Anita dan Penantian 7 Tahun Hidayah Akhirnya Terjawab
Kedua, Syihabuddin Suhrawardi, yang sering di-laqab-kan dengan nama almaqtul (yang terbunuh), mendefinisikan barzakh sebagai berikut yaitu Barzakh ialah jisim (al-jism), didesain sebagai hakikat sesuatu (al-jauhar) dimaksudkan untuk sebuah isyarat untuk membedakan antara dua hal, misalnya barzakh muncul di antara cahaya dan kegelapan.
Ketiga, Ibn 'Arabi dalam makhthuthatnya, Risalah Mir`at al-'Arifin wa Madhhar al-Kamilin fi Multamis Zain al- 'Abidin bahwa Barzakh ialah sebuah martabat "manifestasi Tuhan" (at-Tanazzul alRabbani) diturunkan untuk menggambarkan keberadaan-Nya melalui eksistensi makhluk (al-shifat al-'abdaniyyah), dan martabat "manifestasi makhluk" (al-irtiqa` al-'abdani) diangkat untuk menggambarkan keberadaan hamba melalui eksistensi Tuhan (asshifat al-Rabbaniyyah), yaitu al-'ima'.