REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Islam, terdapat banyak sekali hukum-hukum Islam yang mana dari setiap hukumnya terdapat variasi pandangan dari ulama-ulama madzhab. Maka untuk ini, diharuskan bagi umat Islam untuk berpegangan pada madzhab yang dianut.
Dalam kitab Fathul Muin dijelaskan, orang awam diwajibkan untuk bermadzhab. Dan ketika ia berpegangan pada suatu madzhab, maka diwajibkan baginya untuk bersesuaian dengannya. Jika tidak, maka diwajibkan baginya untuk mengikuti salah satu madzhab tertentu di antara empat madzhab yang ada.
Alasan diwajibkannya madzhab bagi orang awam adalah agar dapat berpegangan pada jalur syariat yang diyakini oleh ulama madzhab tersebut. Umat Islam mempercayai bahwa para ulama madzhab adalah ulama yang sholih, kompeten, dan sangat menguasai hukum-hukum syariat.
Namun demikian apabila seseorang sudah mengamalkan madzhab yang pertama, diperbolehkan baginya untuk pindah ke madzhab lain secara keseluruhan atau dalam beberapa masalah. Perpindahan itu dengan syarat tidak memilih-milih hal yang ringannya saja, yakni mengambil mana yang ringan dari setiap madzhab. Apabila terjadi, yang seprti itu dihukumi fasiq menurut beberapa pendapat.
Disebutkan bahwa Al-Khadim menulik dari sebagian para orang yang berhati-hati. Yakni yang lebih utama bagi orang yang terkena penyakit was-was adalah mengambil pedoman dengan madzhab mana yang lebih ringan. Dengan begitu tidak bertambah was-was dan tidak keluar dari aturan syariat.
Sedangkan bagi yang tidak was-was adalah mengambil mana yang lebih berat, agar tidak keluar dari status 'diperbolehkan'.