REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam Islam, perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menetapkan hukum adalah hal biasa. Perbedaan itu bukanlah sebuah kekurangan melainkan bukti kekayaan khazanah intelektual Islam.
Salah satu perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah mengenai hukum menyentuh Alquran dalam keadaan berhadats.
Dalam Mushaf Al-Kamil terbitan Darus Sunnah Penerbit disebutkan argumentasi mengenai kebolehan seorang Muslim menyentuh Alquran, meski dia berada dalam keadaan hadats.
Menurut ulama yang membolehkannya, argumentasi membolehkan menyentuh Alquran dalam keadaan berhadats adalah karena orang Muslim itu suci. Maka demikian dia boleh membaca dan menyentuh Alquran sekalipun dia berhadats kecil atau besar.
Berbeda dengan orang kafir, musyrik, maupun non-Muslim. Maka mereka semua yang berada di luar Muslim dilarang menyentuh Alquran karena mereka dianggap najis.
Pendapaat ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Alquran surah At Taubah ayat 28:
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ "Innamal-musyrikuna najasun." Yang artinya, "Seseungguhnya orang-orang musyrik itu najis."
Kemudian dalam surat Al-Waqiah ayat 79, Allah SWT berfirman:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ "Laa yamassuhu illal-muthaharun."
Yang artinya, "Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan." Maka dari ayat ini, para ulama yang berpandangan membolehkan menyentuh Alquran walau berhadats berargumen bahwasannya ayat tersebut menginformasikan kepada manusia bahwa Alquran yang ada di Lauh Mahfuzh itu tidak ada yang menyentuhnya kecuali para malaikat yang disucikan.
Sedangkan kalangan ulama yang berpendapat melarang orang berhadats menyentuh Alquran berpegangan pada ayat serupa. Yakni Surah Al-Waqiah ayat 79, Allah berfirman: لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ "Laa yamassuhu illal-muthaharun." Yang artinya, "Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan."
Maka berdasarkan ayat ini, mayoritas ulama mengatakan bahwa orang yang berhadats, baik itu kecil maupun besar maka haram menyentuh Alquran.
Imam Ibnu al-Qayyim menjadi salah satu ulama yang berada dalam poisisi tidak membolehkan orang berhadats untuk menyentuh Alquran. Baik itu saat dia dalam kondisi berhadats kecil maupun berhadats besar.