Selasa 25 Oct 2022 17:20 WIB

Ada kalanya Hukum Nikah untuk Seseorang Bisa Saja tidak Sunnah, Ini Penjelasan Ulama

Hukum menikah pada dasarnya adalah sunnah yang sangat dianjurkan Rasulullah SAW

Ilustrasi menikah. Hukum menikah pada dasarnya adalah sunnah yang sangat dianjurkan Rasulullah SAW
Foto:

من ترك طريقتي وأخذ بطريقة غيري فليس مني

"Siapa yang membenci jalan hidupku, dan memilih jalan lain, maka ia bukan bagian dari umatku". (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, juz 9, hal. 105) 

Sementara itu Imam an-Nawawi menjelaskan dalam kitab Syarah Shahih Muslim bahwa maksud dari perkataan Nabi "Siapa saja yang membenci sunnahku, maka ia bukanlah dari golonganku", bukan diperuntukkan bagi orang yang semata-mata tidak menikah. Melainkan orang yang membenci dan mengingkari anjuran menikah sebagai sunnah Nabi SAW.  

Sedangkan orang yang memang dianjurkan untuk menjomblo, tidak termasuk ke dalam celaan dan larangan ini. (An-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, juz 9, hal 176)  

Perincian keadaan seseorang yang dianjurkan  tetap menjomblo diterangkan Imam Nawawi dalam pendahuluan kitabnya, Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzzab:

فإن مذهبنا أن من لم يحتج إلى النكاح استحب له تركه، وكذا إن احتاج وعز عن مؤنته.

"Bahwa prinsip kami, orang yang tidak merasa butuh untuk menikah, baginya dianjurkan membujang. Begitupun bagi yang sudah ngebet menikah, tetapi merasa belum mampu menafkahi." (An-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhadzzab, juz 1, hal  35) 

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, hukum menikah dalam Islam tidak hanya sunnah. Tetapi tergantung situasi dan kondisi masing-masing individu.  

Baca juga: Dihadapkan 2 Pilihan Agama Besar, Mualaf Anita Yuanita Lebih Memilih Islam

 

Syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fath al-Mu'in menjelaskan bahwa menikah hukumnya sunnah bagi lelaki taiq (yang membutuhkan nikah) dan mampu memikul biaya untuk mahar dan nafkah keluarga. 

Bagi orang taiq yang tidak mampu secara finansial untuk memberi mahar dan nafkah, hukumnya lebih utama untuk tidak menikah dahulu dan menahan gejolak syahwatnya dengan berpuasa. 

Sementara bagi orang tidak taiq dan tidak mempunyai biaya, makruh hukumnya menikah. Dan menikah bisa menjadi wajib jika dinazarkan. (Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu'in, hal. 444-445).

 

 

Sumber: mui 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement