Senin 24 Oct 2022 19:41 WIB

Haruskah Makmum Membaca Doa Iftitah dan Surat Al Fatihah?

Bacaan orang yang sholat menjadi makmum dibedakan menjadi dua.

Ilustrasi. Haruskah Makmum Membaca Doa Iftitah dan Surat Al Fatihah?
Foto:

Ketika ia menjadi makmum dalam salat jahr, yang ia lakukan sebelum imam mulai membaca al-Fatihah adalah membaca doa iftitah (sebagaimana tercantum dalam hadis di atas) dan saat imam sedang membaca bacaan ia diam dan mendengarkan bacaan imam. Diamnya makmum untuk mendengarkan dan menyimak bacaan imam merupakan bagian dari kesempurnaan bermakmum. Hal itu didasarkan pada ayat al-Qur’an yang berbunyi:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: “Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” [QS. al-A’raf (7): 204]

Sabda Nabi saw:

إِنَّمَا جُعِلَ اْلإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا. [رواه مسلم وأبو داود وابن

أبي شيبة]

Artinya: “Bahwasanya imam itu dijadikan panutan makmum. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah kalian, jika ia membaca, diamlah kalian.” [HR. Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Abi Syaibah]

Dalam hadis lain juga terdapat keterangan yang melarang makmum membaca saat imam sedang membaca dengan suara keras (jahr).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ مِنْ صَلاَةٍ جَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ هَلْ قَرَأَ مَعِي مِنْكُمْ أَحَدٌ آنِفًا فَقَالَ رَجُلٌ نَعَمْ أَنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي أَقُولُ مَا لِي أُنَازَعُ الْقُرْآنَ فَانْتَهَى النَّاسُ عَنْ الْقِرَاءَةِ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا جَهَرَ فِيهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْقِرَاءَةِ حِينَ سَمِعُوا ذَلِكَ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. [رواه مالك في الموطأ(

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw ketika selesai dari suatu salat yang bacaannya jahr, ia bertanya (kepada jamaahnya): Adakah seseorang di antara kalian tadi membaca al-Qur’an? Seseorang menjawab: Ya, saya, wahai Rasulullah. Sabda beliau: Aku katakan kepadamu mengapa aku diganggu (sehingga bacaanku terganggu)? Kemudian para sahabat berhenti membaca al-Qur’an bersama Rasulullah saw bila beliau membacanya dengan suara keras dan bacaan itu mereka dengar.” [HR Malik dalam kitab al-Muwatha]

Ada pula beberapa ulama yang mengambil jalan tengah, dengan mengkompromikan keharusan membaca surat al-Fatihah dalam hadis “la salata li man lam yaqra’ bi ummil kitab” dan keharusan diam serta mengikuti bacaan dalam hadis “wa idza qaraa fa anshitu” dengan menganjurkan imam untuk berdiam sebentar (saktah) sebelum membaca surat, yaitu untuk memberikan kesempatan bagi makmum membaca al-Fatihah (Ibnul-Qayyim dalam Zadul-Ma’ad, hal. 207). Pendapat ini juga boleh pula untuk dipakai.

Pendapat para ulama memang beragam dalam permasalahan doa iftitah dan membaca surat Al-Fatihah ini, karena ada perbedaan di antara mereka dalam mengkompromikan masing-masing nash. Oleh karena keberagaman itu, hendaknya warga Muhammadiyah membuka ruang toleransi setinggi-tingginya untuk pengamalan yang berbeda dengan fatwa Majelis Tarjih, dan dalam hal ini kita bisa menerapkan prinsip at-tanawwu’ (keragaman).

Wallahu a’lam bish-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 24 Tahun 2010 tentang Doa Iftitah dan Al-Fatihah ketika Menjadi Makmum

sumber : https://suaramuhammadiyah.id/2022/08/03/doa-iftitah-dan-al-fatihah-makmum/
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement