REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nikah muhallil atau pernikahan yang dimaksudkan untuk menghalalkan mantan istri yang telah ditalak ba'in memiliki konsekuensi hukum syariat. Talak ba'in adalah talak yang tidak memberi hak rujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya.
Sejumlah ulama Islam, termasuk Imam Syafii memberikan pandangannya terkait nikah muhallil tersebut. Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid mengutip pernyataan Imam Syafii dan imam-imam madzhab lainnya terkait nikah muhallil.
Menurut Imam Malik, hukum nikah muhallil adalah batal. Namun demikian, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii, hukum nikah muhallil adalah sah.
Adapun demikian menurut sebagian besar ulama, nikah muhallil adalah haram dan batal. Di antara mereka adalah Al-Hasan, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Imam Malik, Al-LAits, Ats-Tsauri, Ibnu Al-Mubarak. Contoh nikah muhallil misalnya dengan mengatakan, "Aku nikahkan kamu dengannya sampai ia digauli,".
Atau dengan mensyaratkan, "Jika ia sudah halal, maka pernikahan kalian batal,". Atau dengan mengatakan, "Jika ia sudah halal untuk mantan suaminya, maka ceraikan ia,". Menurut pendapat yang dikutip dari Imam Abu Hanifah, nikahnya nikah muhallil sah namun syaratnya batal.
Sedangkan menurut Imam Syafii, untuk contoh perkataan yang pertama tadi hukumnya tidak sah. Dan untuk contoh perkataan yang kedua dan yang ketiga ada dua versi pendapat. Di antara yang membolehkan nikah tahlil (menyewa laki-laki atau wanita untuk menikahi mantan suami atau istri terdahulu yang telah dicerai agar bisa hidup bersama) tanpa syarat adalah Abu Tsaur, beberapa ulama Hanafi, Al-Muayyad Billah, dan ulama-ulama besar madzhab Al-Hadi. Kata mereka, hadis-hadis yang melarang tadi kalau memang ada syarat bahwa itu adalah nikah tahlil.
Sedangkan menurut Ibnu Al-Qayyim tentang nikah muhallil (yang dimintai menikah dengan mantan suami untuk menghalalkannya lagi dengan istrinya yang sekarang yang dulunya telah bercerai dengannya), kemudian ia suka padanya sehingga tetap mempertahankannya sebagai istri, maka hal demikian tidak apa-apa alias diperbolehkan.
Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang nikah muhallil ini disebabkan oleh pengertian sabda Rasulullah SAW, "Allah SWT melaknati orang yang nikah muhallil... ". Ulama-ulama yang mengartikan bahwa akibat laknat hanya akan berdosa, mereka mengatakan bahwa nikah muhallil itu sah. Sementara ulama-ulama yang mengartikan laknat tersebut adalah batalnya akad nikah karena disamakan dengan larangan yang menunjukkan batalnya perbuatan yang dilarang, mereka mengatakan bahwa nikah muhallil itu tidak sah.