REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa dosa akan menghalangi seseorang untuk ringan di dalam menjalankan kebaikan-kebaikan, dan semangat di dalam ketaatan. Jika seseorang terus-menerus melakukan dosa maka akan menghitamkan dan mengotori hatinya.
"Sehingga engkau menemukan hatimu dalam keadaan gelap, keras, dan terbelenggu dengannya," tulis Imam Al-Ghazali dalam kitabnya "Minhazul Abidin".
Karena dosa, lezat dan manisnya ketaatan tidak akan ditemukan. Jika Allah SWT tidak memberikan kasih sayang, maka orang yang melakukan dosa akan terjerumus dalam kekufuran dan kesengsaraan.
Sangat mengherankan, bagaimana seorang diberikan taufik untuk taat kepada Allah padahal tertawan dalam sialnya maksiat dan hatinya keras. Bagaimana ia bisa diajak mengabdi kepada Allah sementara ia orang yang terus-menerus melakukan kemaksiatan.
"Bagaimana ia bisa mendekatkan diri bermunajat, sementara ia bergelimang dan belepotan dengan kotorannya dosa," katanya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda: "Apabila seorang hamba berdusta, maka kedua malaikat merunduk karena mencium aroma busuk dari mulutnya." (HR. At Tirmidzi).
"Apakah lisan seperti ini layak berzikir kepada Allah?" katanya.
Maka sudah pasti seseorang yang terus-menerus melakukan dosa dan maksiat tidak akan mendapatkan taufik. Anggota tubuhnya tidak akan diringankan melakukan ibadah. Jika pun mendapatkan taufik tersebut, maka ia akan melakukannya dengan kelelahan.
"Tak akan ada kelezatan dalam ibadah, tak ada ketulusan di dalam hati ini semua karena sialnya dosa dan karena ia tidak mau atau masih tetap meninggalkan taubat," katanya.
Benar adanya orang yang mengatakan bahwa jika engkau tidak mampu melakukan shalat malam dan puasa di siang hari diketahui engkau terbelenggu oleh kesalahan-kesalahan. Maka engkau wajib bertaubat agar ibadah diterima, karena Allah sebagai pemilik agama ini tidak menerima hadiah.
"Hal itu karena taubat dari kemaksiatan kepada Allah dan dosa dengan makhluk dengan meminta di dalamnya adalah faru dan kewajiban pasti," katanya.