Senin 10 Oct 2022 20:45 WIB

Jangan Pernah Mencaci Maki Pelaku Maksiat Apapun Alasannya, Mengapa?

Mencaci pelaku maksiat bukan termasuk amar makruf nahi mungkar yang baik

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi amar makruf nahi mungkar terhadap pelaku makiat. Mencaci pelaku maksiat bukan termasuk amar makruf nahi mungkar yang baik
Foto: Antara/Ampelsa
Ilustrasi amar makruf nahi mungkar terhadap pelaku makiat. Mencaci pelaku maksiat bukan termasuk amar makruf nahi mungkar yang baik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berbuat amar makruf nahi mungkar memang sangat penting bagi setiap Muslim. Namun, harus mengedepankan sikap yang lemah-lembut saat melakukan amar makruf nahi mungkar. 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Alquran. Allah SWT berfirman sebagai berikut: 

Baca Juga

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ "Maka berbicaralah kalian berdua kepadany dengan kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut." (QS Thaha ayat 44)

Dalam kitab Minhaj al-Qashidin karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy yang disyarah dan ditahqiq Syaikh Ridwan Jami' Ridwan, dipaparkan tentang kisah Abu Darda, yang melewati seseorang yang melakukan perbuatan dosa, yang kemudian dia mendapat cacian oleh orang-orang sekitarnya. Lalu Abu Darda bertanya kepada mereka, "Jika dia tercebur ke dalam sumur, bukankah kalian akan mengeluarkannya?" Mereka menjawab, "Benar". Karena itu, Abu Darda berkata lagi kepada mereka dengan mengingatkan supaya jangan mencaci-maki saudara mereka sendiri, dan pujilah Allah yang telah memberikan kesehatan.

Tidak berhenti di situ, mereka bertanya, "Apa engkau tidak membencinya?" Lalu dijawab begini oleh Abu Darda, "Aku membenci perbuatannya. Jika dia sudah meninggalkan perbuatannya, maka dia saudaraku." 

Ada tiga sifat yang dimiliki oleh seorang pencegah kemungkaran, seperti dijelaskan dalam Minhaj al-Qashidin. Pertama, punya pengetahuan tentang tempat-tempat dan batasan tindakannya, sesuai ketentuan syariat. 

Kedua, wara'. Sebab, boleh jadi seorang pencegah kemungkaran itu tahu soal segala sesuatu yang dihadapinya, tetapi tidak tahu tujuannya. Di sinilah pentingnya sikap bijaksana dalam memandang suatu masalah. 

Ketiga, akhlak yang mulia. Sifat ketiga ini adalah dasar melakukan pengingkaran. Mengapa akhlak ini penting? Hal ini karena jika amarah tidak terbendung, pengingkaran terhadap kemungkaran tidak cukup dengan modal ilmu dan wara' ketika akhlaknya tidak baik. 

Selain itu, dalam mencegah kemungkaran, juga penting memperhatikan tentang kebijaksanaan dan kemaslahatan. Dalam riwayat Ibnu Qayyim, disebutkan, suatu hari Ibnu Taimiyah RA menyampaikan bahwa pada masa pendudukan pasukan Tartar (Mongolia), dia bersama para sahabatnya berjalan melewati kumpulan masyarakat yang meneguk minuman keras. 

"Sebagian sahabatku mencela tindakan tersebut dan hendak melarangnya, namun aku mecegahnya dan kukatakan kepada mereka, 'Allah SWT mengharamkan minuman keras karena dia dapat membuat orang lupa kepada Allah dan lupa sholat. Adapun pasukan Tartar itu dengan meminum khamr justru membuat mereka lupa dari membunuh manusia, menawan orang dan merampas harta. Maka biarkanlah mereka'."   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement