Rabu 05 Oct 2022 23:26 WIB

Prof Thaha Jabir Al-Ulwani dan Stigma Kuat Ibnu Taimiyah Cikal Bakal Wahabi

Prof Thaha Jabir Al-Ulwani melakukan kajian kritis terhadap Ibnu Taimiyah

Ilustrasi karya ulama termasuk Ibnu Taimiyah. Prof Thaha Jabir Al-Ulwani melakukan kajian kritis terhadap Ibnu Taimiyah
Foto: Republika/ Amin Madani
Ilustrasi karya ulama termasuk Ibnu Taimiyah. Prof Thaha Jabir Al-Ulwani melakukan kajian kritis terhadap Ibnu Taimiyah

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-  Prof Thaha terlahir di Irak. Tapi kuliahnya dari Diploma sampai Doktoral adalah di Al-Azhar. Syekh Ali Jumah ketika memberikan pengantar pada salah satu bukunya menyebutnya dengan ungkapan Ustadzuna. 

Prof Thaha adalah tokoh penting di balik berdirinya International Institute of Islamic Thought (IIIT) dan pernah menjadi salah seorang Direkturnya. 

Baca Juga

Ada kisah menarik yang dia sampaikan di salah satu bukunya. Kisah ini berkaitan dengan sosok yang sangat terkenal yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.  

*  

Dulu, sekitar tahun ‘50-an, guru-guru kami di Irak mewanti-wanti murid-muridnya agar tidak terpengaruh dengan pemikiran Wahabi. Di antara sebabnya adalah karena akar sejarah dan pemikirannya terhubung dengan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu al-Qayyim. 

Di antara mereka ada yang tidak cukup sekadar men-tahdzir saja, tapi juga meminta murid-muridnya membaca buku-buku bantahan terhadap Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya.  

Saya masih ingat, seorang guru mendesak saya untuk membaca kitab ash-Shawa’iq al-Ilahiyyah fi ar-Radd ‘ala al-Wahhabiyyah yang dinisbahkan kepada Syekh Sulaiman bin Abdul Wahab, saudara kandung Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. 

Buku ini berisi bantahan terhadap pemikiran dan ajaran Syekh Muhammad bin Abdul Wahab yang tentunya terpengaruh dengan ajaran Ibnu Taimiyyah. 

Orang yang tidak pernah membaca buku yang ditulis  Syekh Muhammad, lalu langsung membaca buku saudaranya ini tentu saja tidak akan mau mendekati apalagi mengkaji pemikiran Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. 

Tapi hal ini tidak terjadi pada saya. Tahdzir dari sebagian guru dan ‘desakan’ untuk membaca buku-buku bantahan terhadap Syekh Muhammad, justru merangsang saya untuk membaca buku-buku Ibnu Taimiyyah langsung. Tapi sayangnya, di Fallujah (Irak) saat itu tidak mudah mendapatkan buku-bukunya. 

Ketika pindah ke Baghdad, saya belajar dengan ulama-ulama terkemuka saat itu seperti Syekh Amjad Afandi az-Zahawi, Syekh Muhammad Fuad al-Alusi, Syekh Qasim al-Qisi dan lain-lain. 

Saya mulai membaca buku-buku Ibnu Taimiyyah seperti al-Jawab ash-Shahih, al-Qawa’id an-Nuraniyyah, ash-Sharim al-Maslul, dan lain-lain. Di buku yang terakhir ini saya menemukan Ibnu Taimiyah sangat mengagungkan Rasulullah SAW. 

Ini sangat berbeda dengan apa yang pernah di-tahdzir-kan oleh sebagian guru saya waktu itu bahwa Ibnu Taimiyyah tidak memuliakan Nabi Muhammad. Bahkan saya melihat Ibnu Taimiyyah lebih memuliakan Nabi dibandingkan sebagian orang yang melakukan tawassul dan ziarah ke maqam Nabi, lalu menganggap itu sebagai tanda cinta tertinggi kepada Rasulullah SAW. 

Hal ini menimbulkan tanda-tanya dalam diri saya. Apakah para ulama yang men-tahdzir Ibnu Taimiyah itu tidak membaca buku ini?   

Baca juga: Mualaf Sujiman, Pembenci Adzan dan Muslim yang Diperlihatkan Alam Kematian 

Suatu hari saya menghadiri kajian Syekh Muhammad Fuad al-Alusi. Dalam kajian itu, dia menyinggung Ibnu Taimiyah dan menyebutnya secara negatif. Saya tidak diam saja. Saya berusaha mendiskusikan penilaiannya terhadap Syaikhul Islam. Syekh Fuad tampak marah. Lalu dia berkata: 

هل أنت وهابي ؟ إذا كنت كذلك فيمكنك أن تدرس على سواي

“Apakah engkau seorang Wahabi? Kalau iya maka silakan belajar pada orang selain saya.” 

Saya lalu minta izin pulang. Keesokan harinya saya datang membawa buku ash-Sharim al-Maslul. Saya minta izin pada Syekh Fuad untuk membacakan fihris (daftar isi) buku itu saja.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement