Kamis 22 Sep 2022 08:18 WIB

Sumbangsih Peradaban Islam dalam Ilmu Astronomi

Peradaban Islam turut mengembangkan astronomi selama masa keemasan.

Astronomi Islam (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Astronomi Islam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peradaban Islam turut mengembangkan astronomi, terutama pada masa keemasan yang merentang sejak abad kesembilan hingga 13 Masehi. Hingga kini, pengaruhnya masih dapat dijumpai dalam kajian ilmu falak.

Misalnya, nama-nama yang digunakan para astronom modern untuk beberapa perangkat atau metode. Sebut saja, alidad (berasal dari kata bahasa Arab, al-`adhudiyah, alat ukur untuk melihat objek yang jauh dengan garis pandang);azimut (dari as-samtu, sudut putar dari arah barat hingga timur); dan nadir (dari nazhir, titik terendah dari bulatan cakrawala di bawah kaki pengamat).

Baca Juga

Begitu pula dengan nama bintang-gemintang di ruang angkasa, semisal Aldebaran (al-Dabaran), Altair (an-Nisr ath-Tha`ir), atau Deneb (adz-Dzanab). Penamaan mereka mengikuti bahasa Arab. Menurut Mohammad Ilyas dalam Islamic Astronomy and Science Development (1996), saat ini terdapat lebih dari 10 ribu manuskrip astronomi karya para saintis Muslim dari abad pertengahan. Korpus dalam jumlah besar itu tersebar di berbagai perpustakaan dunia. Kebanyakan menunggu tangan peneliti sehingga belum dikatalogkan.

Para ilmuwan itu tidak muncul dari kevakuman. Sebelum Islam datang, pelbagai sistem ilmu falak dan kosmologi telah dikembangkan sejumlah peradaban, semisal Yunani, Persia, Babilonia, dan India. Setidaknya sejak era Dinasti Umayyah, kalangan sarjana Muslim mulai mener jemahkan karya-karya astronomi dari kebudayaan non-Arab itu. Selanjutnya, mereka mempelajari, mengembangkan, bahkan mengoreksinya dengan penuh ketekunan.

Dari seluruh peradaban pra-Islam, Persia, India, dan Yunani menghasilkan kontribusi yang besar bagi keilmuan falak. Dari yang pertama, lahirlah Zij-i Syahiatau Zij-i Syahriyari(Tabel Raja). Karya itu dirancang sekira tahun 555 M atau pada masa Anusyirawan memerintah Dinasti Sasaniyah. Dari yang kedua, terbitlah Surya Siddhanta. Teks yang ditulis pada abad keenam sebelum Masehi (SM) itu berisi panduan untuk menghitung pergerakan planet, bulan, serta orbit berbagai benda langit.

Adapun peradaban Yunani pada abad kedua menghasilkan Mathematike Syntaxis. Buku yang ditulis oleh Klaudius Ptolemaeus (Claudius Ptolemy) itu terkenal di Eropa dan Asia Barat dengan judul Almagest. Menurut Seyyed Hossein Nasr dalam Science and Civilization in Islam (1968), ketiga teks tersebut berperan penting dalam pembentukan awal ilmu falak Islam. Baik Zij-i Syahi, Surya Siddhanta, maupun Almagest diterjemahkan dan dipelajari secara ekstensif oleh para saintis Muslim sejak zaman Daulah Abbasiyah.

Pada pertengahan abad ke-13 M, bangsa Mongol menyapu banyak kota di negeri-negeri Muslim. Bahkan, pada 1258 M Baghdad luluh lantak akibat diserbu pasukan Hulagu Khan.Jatuhnya pusat Kekhalifahan Abbasiyah menanda kan hancurnya tatanan sosial, budaya, dan peradaban Islam yang telah dibina sejak lebih dari 500 tahun. Sebab, penyerangan itu ikut melumatkan berbagai pusat literasi atau pendidikan, seperti madrasah, universitas, dan perpustakaan.

sumber : Islam Digest
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement