REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pada masa awal Islam, perkumpulan perempuan merupakan fenomena yang langka, bahkan perempuan cenderung menghindari muncul di publik, agar terhindar dari fitnah.
Tetapi, dinukilkan dari Kunnasyat an-Nawadir karya Muhammad Harun, sejarah mencatat, perempuan pernah melakukan long march terbesar pada masa itu. Jumlahnya mencapai ribuan. Peristiwa itu terjadi saat meninggalnya Ahmad bin Hanbal, di Baghdad, pada 241 H/ 855 M. Wafatnya tokoh asal Turkmenistan tersebut meninggalkan luka mendalam bagi semua orang.
Bahkan menurut Imam Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh-nya, gelombang takziyah bisa mencapai empat golongan yaitu Muslim, Nasrani, Yahud,dan Masehi.
Dikisahkan dari Bannan bin Ahmad Al-Qashbani, ketika dia hadir bersama pelayat untuk bertakziyah kepada Ahmad bin Hanbal, barisan manusia dari lapangan hingga jembatan Rub’ul Qathiah. Lautan manusia dari kaum pria sebanyak 800 ribu dan dari perempuan 60 ribu orang.
Siapa Ahmad bin Hanbal?
Ulama penting yang rendah hati itu bernama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Abu `Abdullah al-Shaybani. Ia terlahir di Merv, Asia Tengah (sekarang Turkmenistan), pada 20 Rabiul Awal tahun 164 H. Ada pula yang menyebut sang Imam lahir di Baghdad, Irak. Saat berada dalam kandungan sang bunda, Imam Ahmad bin Hanbal diajak ibunya hijrah ke metropolis intelektual dunia ketika itu, yakni Baghdad.
Fikih adalah ilmu agama pertama yang dipelajarinya secara khusus. Ia berguru pada Abu Yusuf--murid terkemuka sekaligus sahabat Abu Hanifah. Setelah mempelajari fikih, Ahmad bin Hanbal lalu menimba ilmu hadis. Ia melanglang buana dari satu negeri Islam ke negeri lainnya demi mendapatkan ilmu yang dicarinya. Petualangan menimba ilmu itu dilakukannya saat dia berusia 16 tahun.
Sebagai seorang murid yang cerdas dan baik, Ahmad bin Hanbal disayangi oleh semua gurunya. Ia pun selalu menaruh hormat kepada semua gurunya tanpa membeda-bedakan. Gurunya terbilang sangat banyak. Ibnu Al-Jawzi menuturkan, Imam Ahmad bin Hanbal memiliki 414 guru hadis.
Beberapa gurunya yang terkenal, di antaranya Ismail bin Ja'far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Syafi'i, Waki' bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin `Uyainah, Abdurrazaq, serta Ibrahim bin Ma'qil.
Salah seorang guru yang paling dicintainya adalah Imam Syafi'i. Ia begitu bangga kepada kemampuan sang guru yang luar biasa dalam ilmu fikih. Setelah mencurahkan waktunya selama 40 tahun untuk menimba ilmu agama, Imam Ahmad bin Hanbal pun menjadi ulama yang berpengaruh. Ia menduduki jabatan penting dalam masyarakat Islam saat itu, yakni sebagai Mufti.
Kehebatan Imam Ahmad bin Hanbal dalam ilmu hadis sudah tak perlu diragukan. Ia adalah seorang ulama yang sangat ahli dalam ilmu yang satu ini. Kitab Al-Musnad Al-Kabir--ensiklopedia hadis--yang sangat monumental, ini memuat tak kurang dari 27 ribu hadis. Ini merupakan karya masterpiece sang Imam dan penelitian hadis yang dinilai terbaik.
Dalam bidang fikih, Imam Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai pendiri Mazhab Hanbali. Ia sungguh beruntung karena bisa belajar dari ahli fikih termasyhur yang juga dikenal sebagai pendiri tiga mazhab lainnya, seperti Abu Hanifah (Imam Hanafi), Imam Syafi'i, dan Imam Maliki. Imam Hanbali telah melakukan improvisasi dan pengembangan dari mazhab-mazhab sebelumnya.