Selasa 20 Sep 2022 21:45 WIB

Masjid Jami Aulia Saksi Penyebaran Islam di Pekalongan

Masjid Jami Aulia konon dibangun oleh empat orang utusan Kesultanan Demak.

Pengurus masjid menunjukan pilar kayu penyangga masjid di Masjid Sapuro, Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (17/4/2021). Menurut pengurus masjid, Masjid Jami Aulia atau Masjid Sapuro dibangun sekitar abad ke-16 oleh empat orang utusan Demak yaitu Kiai Maksum, Kiai Sulaiman, Kiai Lukman, dan Kiai Kudung dengan kayu-kayu bangunan masjid yang merupakan sisa pembangunan Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 Masehi.
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Pengurus masjid menunjukan pilar kayu penyangga masjid di Masjid Sapuro, Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (17/4/2021). Menurut pengurus masjid, Masjid Jami Aulia atau Masjid Sapuro dibangun sekitar abad ke-16 oleh empat orang utusan Demak yaitu Kiai Maksum, Kiai Sulaiman, Kiai Lukman, dan Kiai Kudung dengan kayu-kayu bangunan masjid yang merupakan sisa pembangunan Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 Masehi.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejarah syiar Islam di Pekalongan, Jawa Tengah, bermula sejak ratusan tahun silam. Hingga kini, daerah yang berjulukan Kota Batik itu merupakan salah satu simpul dakwah yang terkemuka, khusus nya di Pantai Utara (Pantura) Jawa.

Masjid Jami Aulia merupakan saksi riwayat panjang penyebaran agama tauhid di sana. Tempat ibadah yang beralamat di Kelurahan Sapuro, Kebulen, itu dibangun pada 1035 Hijriyah atau 1614 Masehi. Artinya, usia bangunan tersebut mencapai lebih dari empat abad. Hal itu menjadikannya sebagai masjid tertua di seluruh Keresidenan Pekalongan.

Baca Juga

Menurut Arif Dirhamsyah dalam laman resmi Nahdlatul Ulama, Masjid Jami Aulia konon dibangun oleh empat orang utusan Kesultanan Demak Bintoro. Mereka adalah Kiai Maksum, Kiai Sulaiman, Kiai Lukman, dan Nyai Kudung.Keempatnya juga berjasa dalam menyampaikan ajaran Islam kepada penduduk lokal.

Para duta Demak itu pada awalnya hendak mendirikan masjid di Alas Roban. Namun, usai shalat istikarah, mereka tidak meneruskan rencana itu. Sebab, ada ilham bahwa kawasan tersebut tidak akan ramai dihuni masyarakat. Lokasi pembangunan pun dipindahkan ke Sapuro.Lahan tempat berdirinya masjid itu berdekatan dengan Kali Kupang.

Untuk mendirikan tempat ibadah ini, mereka menggunakan bahan bangunan dari kayu sisa pembangunan Masjid Agung Demak yang berdiri sejak 1479 Masehi. Arif menambahkan, nama masjid tersebut semula adalah Galuh Rantai.Sebab, di sekitarnya terdapat makam-makam sejumlah ulama, pejabat, dan tokoh masyarakat;seperti Habib Ahmad Alatas, Habib Hasyim bin Yahya, atau Pangeran Adipati Aryo Notodirjo.

Sejak 1980, tempat ibadah ini dinamakan Masjid Jami Aulia hingga kini.

Bangunan utama masjid itu memiliki luas 34x29 meter persegi. Bagian mukanya terdiri atas serambi yang dinaungi atap mendatar. Naungan itu ditopang tiang-tiang yang cukup besar. Untuk memasuki ruangan tempat shalat, jamaah dari luar menapaki sejumlah undakan.

Di atas atap serambi, terdapat sepasang menara pendek yang mengapit tulisan beraksara Arab gundul. Pada ujung kiri halaman, ada sebuah beduk yang berukuran cukup besar dengan badan berwarna hijau.

Menara masjid ini memiliki tinggi kira-kira dua kali bangunan utama. Bentuknya persegi enam atau heksagonal bila dilihat dari atas. Letak nya agak bersisian dengan Madrasah Ponpes Ribatul Mubtadin.

Arif mengatakan, Masjid Jami Aulia diperbaiki kira-kira setiap 100 tahun sekali. Untungnya, perbaikan tidak sampai mengubah total bentuk aslinya. Dan, setiap momen renovasi ditandai dengan prasasti yang disimpan pada bagian dalam masjid. Secara berturut-turut, pemugaran pertama hingga kelima berlangsung pada 1614 M/1035 H, 1722 M/1143 H, 1787 M/1208 H, 1884 M/1305 H, dan 2010 M/1431 H.

Seperti dilansir dari laman resmi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, ruangan tempat shalat di Masjid Jami Aulia cukup luas.Ada empat tiang utama atau saka guru yang menopang atap di sana. Setiap tiang itu diberi tanda nama pendiri masjid tersebut, yaitu keempat utusan Kesultanan Demak.

Keempatnya telah membuat fondasi masjid di Alas Roban dan juga sudah membuat mihrab, sumur. Setelah fondasi dibangun, mereka mengadakan acara istikarah. Ternyata, keempat tokoh itu mendapatkan petunjuk bahwa di tempat tersebut tidak akan menjadi perkampungan.Maka, dipilihlah ke Sapuro, kata Ketua Umum Yayasan Masjid Jami Aulia Sapuro KH Ahmad Dananir Dananjoyo, seperti dikutip dari laman Pemprov Jateng.

Kiai Ahmad menyebutkan, Tim Panitia Rehabilitasi Masjid Aulia pada 1970 pernah mengadakan penelitian. Mereka mengecek lokasi di Alas Roban yang diyakini sebagai tempat semula rencana pendirian masjid oleh para duta Demak itu. Ternyata, betul di sana ada fondasi, sumur, maupun mihrab, jelasnya lebih lanjut.

Adapun perubahan nama dari Masjid Galuh Rantai menjadi Masjid Aulia disebabkan kehendak masyarakat untuk mengenang jasa-jasa para habaib dalam menyebarluaskan syiar Islam di Pekalongan. Terlebih lagi, makam ulama-ulama dari masa silam itu berada tidak jauh dari sana.

sumber : Islam Digest
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement