REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Seorang mukmin harus menjadikan kehidupan dunia ini sebagai tempat pengembarannya buka tempat menetap. Seorang yang beriman kepada Allah SWT harus menjadikan dunia sebagai jembatan dan jalan menuju akhirat.
Dr. Musthafa Dieb Al-Bugha mengatakan, seorang mukmin harus menjadi seorang asing atau seorang pengembara di dunia ini.
"Dengan demikian dia tidak betah di dalamnya, tidak sibuk dengan perhiasannya dan tidak tertipu dengan kesenangannya," tulis Musthada dalam bukunya "Al-Wafi, Syarah Hadist Arba'in Imam An-Nawawi"
Seorang Mukmin tidak terikat dan mencurahkan seluruh potensi dirinya untuk meraih dunia. Karena dunia adalah negeri tempat melintas bukan negeri tempat menetap.
Hal ini kata dia, telah Allah SWT tegas dalam surah Ali-Imran ayat 185 yang artinya:
"Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
Dr. Musthafa mengatakan, seorang muslim harus senantiasa memposisikan dirinya, bahwa dia hidup di dunia bagaikan orang asing yang jauh dari negerinya sendiri, jauh dari istri dan keluarganya. Maka dia akan selalu rindu ke pangkuan negerinya yakni akhirat, dan ingin segera bertemu dengan istri, keluarga, kerabat dan handai tolan,
"Walaupun dia lama tinggal di negeri asing tersebut," katanya.
Dia tidak merasa betah dan hatinya senantiasa gundah karena jauh dari negerinya di akhirat. Dengan demikian dia saat di dunia tidak membangun gedung, tidak memiliki tempat tidur dan perkakas rumah.
"Bahkan dia rela dengan apa yang ringan," katanya.
Dia akan menabung di negeri akhirat untuk mengumpulkan hadiah dan cenderamata untuk bisa dinikmati di negerinya, di antaranya para keluarga dan kerabat. Karena dia mengetahui itulah tempat tinggalnya yang abadi.
"Demikian seorang mukmin bersikap zuhud di dunia, karena dunia bukan negeri tempat menetap, dia hanyalah tempat tinggal sekejap. Karena, apabila dibandingkan dengan kehidupan akhirat," katanya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat At-Taubah ayat 38 berfirman yang artinya:
"Padahal kenikmatan hidup di dunia ini dibandingkan dengan kehidupan di akhirat hanyalah sedikit."
Dalam surat al-Mu'minun ayat 39 Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Dan sesungguhnya akhirat itu adalah negeri yang kekal."
Al Hasan Al-Bashri berkata:
"Seorang mukmin itu bagaikan orang asing, dia tidak merasa sedih karena mengalami kehinaan dunia, tidak berlomba untuk meraih kemegahannya, antara dia dengan manusia memiliki urusan masing-masing yang berbeda."
Ibnu Rajab berkata, ketika Allah menciptakan Adam AS, Allah SWT menempatkannya bersama istrinya di dalam surga, kemudian dia menurunkan keduanya ke dunia, menjanjikan untuk mengembalikannya lagi ke surga beserta keturunan-keturunannya yang soleh. Maka, seorang mukmin selalu rindu akan negerinya akhirat yang pertama dan cinta negeri itu adalah bagian dari iman.
Bahkan seorang mukmin yang hidup dan tinggal di dunia harus lebih zuhud daripada orang asing yang berada di negeri orang lain. Karena ada kalanya orang asing merasa betah tinggal di suatu negeri sehingga dia membangun rumah dan membina keluarga.
Tidak demikian keadaan orang mukmin yang tinggal dunia, dia adalah bagaikan seorang musafir yang sedang berada di tengah perjalanan, dia berlalu bagaikan orang yang melewati suatu tempat, jiwanya selalu gelisah ingin segera sampai ke negerinya dan tempat tinggalnya.
Karena, semakin dia dapat menempuh jarak dengan cepat, maka dia semakin berbahagia. Sementara jika suatu saat ada penghalang yang menghambat perjalanan yang, dia merasa jengkel dan sakit hati-hati.
"Seorang yang sedang bepergian tidak akan membangun rumah dan menjalin persahabatan, tetapi cukup dengan bekal yang sedikit yang dapat menutupi kebutuhannya," katanya.
Ketika menempuh perjalanan yang dilewatinya dan yang membantunya untuk sampai kepada tujuan. Demikian keadaan orang mukmin di dunia mengambil tempat tinggal dan peralatan yang dapat membantunya untuk mewujudkan cita-citanya di akhirat, yaitu meraih kemenangan dan ridha Allah SWT.