REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sayyidina Ali bin Abi Thalib sahabat Rasulullah SAW sekaligus menantu memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas. Begitu luasnya ilmu dan pengetahuan, Rasullah SAW pernah berkata. "Aku adalah pintunya ilmu, dan Ali adalah kuncinya."
Selama hidupnya Ali bin Abi Thalib, begitu hormat dan menghargai kepada orang-orang yang berilmu. Sehingga pantas dia mendapat keberkahan dari orang-orang yang berilmu, karena dia begitu hormat dan menghargai orang yang berilmu.
Penghargaan dan penghormatan Ali bin Abi Thalib kepada orang yang berilmu dapat dilihat dari perkataannya. Menurutnya, dia antara wujud memuliakan ilmu adalah menghormati guru. Ali ra berkata:
"Aku adalah hamba sahaya bagi orang yang mengajariku satu huruf. Jika mau ia boleh menjualku dan jika mau ia membebaskanku."
Imam Az-Zarnuzi dalam kitabnya. "Ta'Limul, Mutallim" dalam persoalan ini ada syair yang dilantunkan:
"Aku melihat bahwa hak yang paling kuat adalah hak seorang Mualim ialah hak yang paling wajib dijaga oleh setiap muslim ia berhak diberi hadiah 1000 dirham untuk setiap huruf yang diajarkan, sebagai penghormatan."
Sesungguhnya orang yang mengajarimu satu huruf yang kamu butuhkan dalam urusan agama, sejatinya Ia adalah bapakmu dalam agama.
Imam Az-Zarnuzi, guru kami Asy-Syekh Imam Sadiduddin Asy-Syirazi rahimahullah berkata.
"Guru-guru kami berkata. Siapa yang menginginkan anaknya menjadi seorang alim, hendaknya ia memperhatikan para fuqaha yang terasing, menghormati mereka, mengagungkan mereka dan memberi mereka sesuatu. Jika nanti anaknya tidak menjadi seorang alim ulama maka cucunyalah yang menjadi seorang alim."
Salah satu cara menghormati seorang alim adalah tidak berjalan di depannya, tidak menduduki tempat duduknya, tidak memulai pembicaraan di hadapannya kecuali atas izinnya, tidak banyak berbicara di hadapannya, tidak bertanya tentang sesuatu saat sedang bosan, memperhatikan waktu, dan tidak mengetuk pintunya tetapi sabar menantinya hingga ia keluar.
Kesimpulannya seorang penuntut ilmu harus mencari ridho gurunya, menjauhi kemurkaannya, melaksanakan perintahnya selama bukan maksiat. Karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada pencipta.
Hal tersebut selaras dengan sabda Nabi:
"Sesungguhnya seburuk-buruk manusia adalah yang membuang agamanya demi mengincar dunia orang lain dan dengan bermaksiat kepada sang pencipta"
Di antara bentuk penghormatan kepada seorang guru adalah menghormati anak-anaknya dan siapa saja yang memiliki hubungan dengannya.
Guru kami Syekhul Islam Burhanudin, pengarang kitab Al-Hidayah rahimahullah pernah berkata.
"Ada salah seorang Imam senior di Bukhara ikut duduk dalam satu majelis kadang-kadang ia berdiri di tengah-tengah pelajaran. Maka orang pun menanyakan hal itu. Dia menjawab.
"Sesungguhnya Putra Guruku sedang bermain bersama anak-anak di jalan dan kadang-kadang ia datang ke pintu masjid. Apabila aku melihatnya, aku maka aku berdiri sebagai penghormatan untuk guruku."