Rabu 24 Aug 2022 14:09 WIB

Tuntunan Islam untuk Makan dan Minum Saat Panas 

Meniup makanan atau minuman berpotensi menularakan penyakit.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Tuntunan Islam untuk Makan dan Minum Saat Panas. Foto ilustrasi:   Menyantap makanan sehat yang bervariasi dapat memberikan asupan zat gizi yang beragam pula bagi tubuh. (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Tuntunan Islam untuk Makan dan Minum Saat Panas. Foto ilustrasi: Menyantap makanan sehat yang bervariasi dapat memberikan asupan zat gizi yang beragam pula bagi tubuh. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Beberapa makanan dan minuman tertentu pas ketika dinikmati masih dalam keadaan hangat bahkan panas. Padahal, Nabi Muhammad SAW, melarang makan dan minuman panas dan meniupnya untuk menghilangkan rasa panasnya. 

Dari Ibnu Abbas, bahwa dia berkata, "Rasulullah SAW melarang meniup makanan."

Baca Juga

Adalah baginda Nabi SAW membenci makanan panas dan bersabda : Makanlah makanan yang dingin karena ia obat dan ingatlah sesungguhnya yang panas tidak ada keberkahan di dalamnya”. Dalam kitab al-‘Awaarif dari Nabi disebutkan “Meniup makanan menghilangkan keberkahan”

Fasal tentang makanan tidak dimakan hingga hilang panasnya. Dari Asma binti Abu Bakr, sesunguhnya beliau jika beliau membuat roti tsarid wadahnya beliau ditutupi sampai panasnya hilang kemudian beliau mengatakan, aku mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya makanan yang sudah tidak panas itu lebih besar berkahnya”. HR Ahmad dari hadisnya ibnu luhai'ah.

Dari abu hurairoh berkata : Pada suatu hari Nabi shollallohu alaihi wasallam di hidangkan sebuah makanan yang masih panas, lalu beliau berkata: tidak akan masuk kedalam perutku makanan yang panas sejak saat ini dan sebelumnya". (HR. Al baihaqy).

Lalu bagaimana agar kita tetap bisa menikmati makanan atau minuman yang masih dalam keadaan panas? 

Peneliti Rumah Fikih Ustaz Ahmad Sarwat membemberikan tekniknya bagaimana makanan dan minuman panas tetap bisa dinikmati tanpa harus ditiup-tiup. Kata dia, misalnya jika anda penggemar minuman panas seperti teh. Teknik minumnya bukan ditiup, tapi diseruput. 

"Yang dilarang itu meniup makanan, sedangkan menyeruput tidak dilarang," kata Ustadz Ahmad Sarwat kepada Republika, Rabu (24/8/2022).

Karena, meniup makanan sebenarnya tidak akan menghilangkan panasnya. Ustadz Ahmad mengatakan, mendinginkan teh panas bukan dengan cara ditiup, tapi dituang ke piring kecil atau piring tatakan.

Hal ini kata dilakukan, "Biar permukaannya lebih, sehingga panasnya lebih cepat menguap," katanya.

Ustadz Ahmad Sarwat menyampaikan, gaya orang Arab kalau makan itu selalu kembulan alias bareng-bareng satu nampan, tidak satu orang satu piring. 

Bayangkan, jika makanan di nampan itu kok ditiup-tiup. "Apa nggak muncrat ludahnya ke makanan milik bersama?"

Menurutnya, yang jadi titik poinnya bukan masalah panas dan dinginnya makanan, tapi urusan meniupnya. Ada hikmah dari setiap uang yang dilarang oleh syariat Islam melalui Alquran atau hadist.

Taat syariat

Ustadz Dr.dr Sagiran Sp.B, M.kes mengungkapkan, secara medis belum ada tim dokter yang meneliti dampak makan atau minuman panas ditiup. Namun, karena larangan meniup makanan atau minuman panas itu dilarang syariat, maka sebagai umat Islam harus taat, karena setiap yang dilarang oleh syariat memiliki konsekuensi pada diri manusia, baik secara lahir maupun batin seorang manusia.

"Kalau dari sisi medis memang belum ada kajian soal itu tetapi karena syariat sudah memberi isyarat, ya kita taati saja husnudzon Insya Allah itu kebaikan," kata dr Sagiran. 

Pengajar di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) ini mengatakan, syariat Nabi Muhammad SAW memang melarang umatnya meniup untuk mendinginkan makanan yang panas. Sebagai umat Islam harus taat terhadap apa yang disarankan Nabi demi tercapai selamat dunia akhirat.

Memang betul kata dia, banyak orang di antara umat Nabi Muhammad suka mengkonsumsi makanan dan minuman saat masih panas. Namun, panasnya makanan atau minuman harus dalam keadaan normal.

"Saya kira hangat dan panas itu secara normal secara wajar di suhu-suhu ya mungkin 40-50 derajat," katanya.

Karena jika kita makan atau minum lebih dari 50 derajat, makan akan meyebabkan kerusakan pada bagian saluran pencernaan. Jadi, untuk lebih aman bagi orang yang menikmat makan minum panas harus dalam suhu normal tidak lebih dari 50 derajat.

"Kalau lebih dari 40-50 itu cilaka, pasti melepuh tentu menyebabkan kerusakan," katanya.

Untuk itu, dia menyarankan, bagi orang yag suka makan dan minuman panas harus sedikit sabar menunggu sampai suhunya di bawa 50 derajat atau batas panasnya sampai 40 derajat. Karena suatu masakan aman dari bakteri setelah dimasak di dalam suhu mencapai 100 derajat.

"Jadi ditunggunya itu sampai sekitar suhu 40 derajat. Konotasi sampai masak itu mendidih sampai 100 derajatnya, sehingga tidak mungkinlah menikmati sepanas itu, karena buru-buru kemudian dilakukanlah meniup," katanya.

Sagiran mengatakan, selama ini memang banyak pihak yang mengira-ngira bahwa makanan yang ditiup oleh mulut sebagai saluran penceranaah menjadi sumber kuman. Karena hawa dari mulut merupakan sumber kuman yang rawan menularkan penyakit. 

"Memang betul keseluruhan saluran pencernaan mulai dari mulut sampai ke lambung, usus sampai ke anus itu adalah sumber kuman terbanyak dalam tubuh kita," katanya.

Sehingga kata dia, memang betul pendapat orang yang mengatakan, meniup makanan atau minuman itu bisa berpotensi menularakan penyakit. Meski belum ada penelitian yang memastikan meniup makanan menjadi pemicu penyakit, sebaiknya tetap mengikuti saran Rasulullah SAW jangan meniup makan saat panas.

"Jadi untuk sementara ini karena belum ada penelitian yang khusus masalah itu ya boleh disampaikan seperti itu. Mudah-mudahan ke depan ada yang melakukan penelitian khusus tentang itu dan bisa mengungkapkan apa hikmah dibalik mensyaritakan larangan tersebut," katanya.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement