REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mahar bermakna harta yang diberikan suami kepada istri terkait dengan akad nikah.
Dalam sebuah ijab kabul pernikahan, pengantin pria tidak memberikan mahar atas dasar permintaan pengantin wanita. Apakah pernikahannya sah?
Pengajar Rumah Fiqih Indonesia yang juga alumni Pondok Pesantren Gontor Putri I, Ustadzah Aini Aryani mengatakan para ulama memberikan definisi berbeda-beda tentang mahar.
Para ulama mazhab Hanafiyah menjelaskan bahwa mahar adalah harta yang menjadi hak seorang wanita karena dinikahkan atau hubungan seksual.
Mazhab Syafi'i mendefinisikan mahar adalah sesuatu yang wajib diserahkan akibat adanya pernikahan atau persetubuhan atau dalam proses penyerahan keperawanan dari wanita kepada seorang laki-laki karena adanya pernikahan.
Sedang Mazhab Hanabilah mendefinisikan mahar sebagai imbalan atas pernikahan. Maksudnya mahar adalah harta yang diberikan suami kepada istri sebagai imbalan atau pengganti karena telah dinikahi.
Baik mahar itu disebutkan dalam akad atau pun diwajibkan setelahnya dengan keridhaan kedua belah pihak atau lewat pemerintah (al hakim).
Ustazah Aini yang juga alumni International Islamic University Islamabad (IIUI) Pakistan mengatakan bahwa yang paling berhak menentukan besaran mahar adalah mempelai wanita, karena pada dasarnya mahar tersebut akan dimiliki oleh mempelai wanita.
“Dalam menegosiasikan mahar, mempelai wanita juga boleh dibantu walinya,” kata dia.
Lalu bila dalam pernikahan tersebut mempelai wanita bersedia dengan ikhlas tidak mau ada mahar dari mempelai lelaki apakah pernikahannya tetap sah?
Baca juga: Dulu Pembenci Adzan dan Alquran, Mualaf Andreanes Kini Berbalik Jadi Pembela Keduanya
Menurut Ustadzah Aini mahar bukan merupakan rukun nikah sehingga boleh bila mempelai wanita berkeinginan tidak mau menerima mahar. Maka pernikahannya tetap sah.
"Mahar bukan termasuk rukun nikah. Dan ini merupakan perbedaan pernikahan dengan jual beli barang. Kalau dalam jual beli barang kan ada barang ada harga. Ngga bisa ngambil barangnya kalau ngga ditebus dengan uang. Kalau dalam pernikahan mahar itu bukan rukun nikah. Jadi boleh-boleh saja kalau pihak perempuan itu tidak mau menerima mahar. Dia tinggal bilang ke calon suaminya saya tidak mau mahar, yang penting saya sudah dihalalkan lewat ijab kabul. Jadi mahar itu bisa ditiadakan kalau memang pihak yang perempuan melepaskan haknya," kata Ustadzah Aini saat mengisi kajian daring Rumah Fiqih Indonesia beberapa hari lalu.