REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Jika Anda berkunjung ke Kompleks Makam Baqi Madinah, tentu akan mendapati bentuk makam rata dengan tanah, termasuk nisannya, yang hanya ditandai dengan batu.
Sebagian kalangan lantas menjadikan pemandangan tersebut sebagai dalil larangan membangun makam dengan dalih bahwa Makam Baqi rata dengan tanah. Lantas benarkah makam-makam yang berada di Kompleks Baqi Madinah tidak pernah ada bangunan kubah atau apapun di atasnya?
Anggota Aswaja Center PWNU Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, mengungkapkan fakta menarik tentang kondisi makam-makam di Baqi Madinah pada awal Islam. Ini sebagaimana dikutip Republika.co.id, dari akun resmi Facebooknya sebagai berikut:
وَأَمَّا اْلمَشَاهِدُ الْمَعْرُوْفَةُ الْيَوْمَ بِالْمَدِيْنَةِ فَمَشْهَدُ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَالْحَسَنِ بْنِ عَلِيّ وَمَنْ مَعَهُمَا عَلَيْهِمْ قُبَّةٌ شَامِخَةٌ قَالَ ابْنُ النَّجَارِ وَهِيَ كَبِيْرَةُ عَالِيَةُ قَدِيْمَةُ الْبِنَاءِ وَعَلَيْهَا بَابَانِ (خلاصة الوفا بأخبار دار المصطفى - ج 1 / ص 262)
“Adapun makam-makam yang terkenal saat ini di Madinah adalah Makam Abbas bin Abdil Muthallib, Makam Hasan bin Ali dan orang yang bersamanya. Di atas makam-makam mereka ada kubah yang tinggi. Ibnu an-Najjar berkata, “Kubah itu besar, tinggi dan bangunan kuno, yang memiliki dua pintu.” (Khulashat al-Wafa 1/262)
Kiai Ma’ruf juga menukilkan catatan Al-Hafidz Adz-Dzahabi, murid Ibnu Taimiyah sebagai berikut:
وَمَاتَ (الْعَبَّاسُ) سَنَةَ اثْنَتَيْنِ وَثَلاَثِيْنَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ عُثْمَانُ. وَدُفِنَ بِالْبَقِيْعِ. وَعَلَى قَبْرِهِ الْيَوْمَ قُبَّةٌ عَظِيْمَةٌ مِنْ بِنَاءِ خُلَفَاءِ آلِ الْعَبَّاسِ. (سير أعلام النبلاء للحافظ الذهبي - ج 2 / ص 97)
“Abbas (paman Rasulullah SAW) meninggal pada tahun 32 H. Disholati oleh Utsman, dimakamkan di Baqi’ dan di atas kuburnya ada kubah besar yang dibangun para khalifah keluarga Abbas.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 2/97).
Kiai Ma’ruf menambahkan komentar Syekh al-Arnauth yang mentahqiq kitab tersebut berikut ini:
هَذَا كَانَ فِي عَصْرِ الْمُؤَلِّفِ أَمَّا اْلآنَ فَلَمْ يَبْقَ لَهَا أَثَرٌ.
"Ini ada di masa muallif (al-Hafidz adz-Dzahabi). Sedangkan saat ini sudah tidak ada bekasnya.” “Jadi jelas sudah, makam di Madinah dahulu banyak kubahnya,” kata Kiai Ma’ruf.
Lebih lanjut, Kiai Ma’ruf menjelaskan riwayat larangan mengijing dan membangun makam memang terdapat dalam hadits Imam Muslim. Namun para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan hadits tersebut.
Kalangan Salafi-Wahabi memang menolak dan merobohkan makam yang ada bangunan di atasnya. Namun menurut Madzhab Syafi'iyah ada pengecualian:
ﻭﻣﺤﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ اﻟﻤﻴﺖ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﺼﻼﺡ ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﺟﺎﺯﺕ اﻟﻮﺻﻴﺔ ﺑﻌﻤﺎﺭﺓ ﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺇﺣﻴﺎء اﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﻭاﻟﺘﺒﺮﻙ اﻩـ. ﺣ ﻟ
“Larangan membangun makam tersebut selama mayitnya bukan dari kalangan ulama. Oleh karena itu boleh hukumnya berwasiat membangun makam orang-orang saleh, karena hal itu dapat menghidupkan ziarah kubur dan mencari berkah dari Allah.” (Hayisyatul Jamal 2/207)