Selasa 09 Aug 2022 17:39 WIB

Potong Kuku pada Rabu atau Hari Selain Kamis dan Jumat Datangkan Petaka?

Tidak ada dalil kuat tentang kesunnahan memotong kuku pada hari tertentu

Ilustrasi memotong kuku. Tidak ada dalil kuat tentang kesunnahan memotong kuku pada hari tertentu
Foto:

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir

Memang ada hadits tentang hari-hari dalam memotong kuku. Tapi haditsnya maudhu’ (palsu). Dan haditsnya bukan bernada ancaman, melainkan keutamaan. Mari simak hadits berikut ini:

مَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ السَّبْتِ خَرَجَ مِنْهُ الدَّاءُ وَدَخَلَ فِيهِ الشِّفَاءُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الأَحَدِ خَرَجَتْ مِنْهُ الْفَاقَةُ وَدَخَلَ فِيهِ الْغِنَى وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الاثْنَيْنِ خَرَجَتْ مِنْهُ الْعِلَّةُ وَدَخَلَ فِيهِ الصِّحَّةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الثُّلاثَاءِ خَرَجَ مِنْهُ المرض وَدَخَلَتْ فِيهِ الْعَافِيَةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الأَرْبِعَاءِ خَرَجَ مِنْهُ الوسواس وَدَخَلَ فِيهِ الأمْنُ وَالصِّحَّةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الْخَمِيسِ خَرَجَ مِنْهُ الْجُذَامُ وَدَخَلَتْ فِيهِ الْعَافِيَةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ دَخَلَتْ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَخَرَجَ مِنْهُ الذُّنُوبُ.

“Siapa yang memotong kuku pada Sabtu, keluar darinya penyakit dan masuk ke dalam dirinya kesembuhan. Siapa yang memotong kuku pada Ahad, keluar darinya kemiskinan dan masuk padanya kekayaan. Siapa yang memotong kuku pada Senin, keluar darinya penyakit dan masuk padanya kesehatan. Siapa yang memotong kuku pada Selasa, keluar darinya penyakit dan masuk padanya ‘afiyat. Siapa yang memotong kuku di hari Rabu, keluar darinya waswas dan masuk padanya keamanan dan kesehatan. Siapa yang memotong pada Kamis, keluar darinya penyakit judzam dan masuk padanya kesehatan. Siapa yang memotong kuku di hari Jumat masuk padanya rahmat dan keluar darinya segala dosa.” 

Ternyata masing-masing hari itu memiliki kelebihan untuk memotong kuku, bukan marabahaya seperti penyampaian sang ustadz. Tapi tunggu dulu. Apakah hadits ini bisa dijadikan pijakan? Mari kita simak penjelasan Imam Syaukani tentang hadits ini:

هُوَ مَوْضُوعٌ، فِي إِسْنَادِهِ: وَضَّاعَانِ وَمَجَاهِيلُ فَقَبَّحَ اللَّهُ الْكَذَّابِينَ وَقَبَّحَ أَلْفَاظَهُمُ السَّاقِطَةَ وَكَلِمَاتِهِمُ الرَّكِيكَةَ قَالَ السَّخَاوِيُّ فِي الْمَقَاصِدِ: لَمْ يَثْبُتْ فِي كَيْفِيَّةِ قَصِّ الأَظْفَارِ وَلا فِي تَعْيِينِ يَوْمٍ لَهُ شَيْءٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ وَمَا يَعْزَى مِنَ النُّظُمِ فِيهَا لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فباطل (الفوائد المجموعة للشوكاني ص 197).

“Hadits ini maudhu’ (palsu). Dalam sanadnya ada dua orang pemalsu hadits dan orang-orang yang majhul (tidak dikenal). Semoga Allah burukkan para pembohong itu dan diburukkan juga lafaz (redaksi) mereka yang sangat rendah dan pilihan kalimatnya yang sangat lemah.”

Jadi, kapan kita dianjurkan memotong kuku? Mari simak penjelasan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berikut ini : 

ولم يثبت أيضا في استحباب قص الظفر يوم الخميس حديث وقد أخرجه جعفر المستغفري بسند مجهول ورويناه في مسلسلات التيمي من طريقه وأقرب ما وقفت عليه في ذلك ما أخرجه البيهقي من مرسل أبي جعفر الباقر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يستحب أن يأخذ من أظفاره وشاربه يوم الجمعة وله شاهد موصول عن أبي هريرة لكن سنده ضعيف أخرجه البيهقي أيضا في الشعب وسئل أحمد عنه فقال يسن في يوم الجمعة قبل الزوال وعنه يوم الخميس وعنه يتخير وهذا هو المعتمد أنه يستحب كيف ما احتاج إليه (فتح الباري 10/346)

“Tidak ada hadits yang dapat diterima tentang kesunnahan memotong kuku di hari Kamis. Ja’far al-Mustaghfiri memang meriwayatkannya dengan sanad yang majhul dan kami juga meriwayatkannya dalam Musalsalat at-Taimiy dari jalurnya. 

Hadits yang agak dekat yang pernah saya temukan adalah hadits yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi dari mursal Ja’far al-Baqir, dia berkata, “Rasulullah SAW menganjurkan memotong kuku dan kumis pada Jumat.”

Hadits ini punya syahid (pendukung) yang maushul dari Abu Hurairah, tapi sanadnya lemah. Ini diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman

Imam Ahmad ditanya tentang ini. Dia menjawab, “Disunnahkan di hari Jumat sebelum matahari tergelincir.”  

Tapi ada juga riwayat dari beliau, disunnahkan pada Kamis. Ada juga riwayat lainnya dari beliau, hal ini sifatnya bebas (pilihan). Inilah pendapat yang (terpercaya), memotong kuku disunnahkan kapan diperlukan.” 

Baca juga: Jawaban Prof Jimly Ini Perkuat Argumentasi Mengapa Hukum Islam Harus Didukung Negara

Ada baiknya ketika kita mendengar sebuah penyampaian yang terasa agak ‘lain’ dan kurang diterima  nurani kita, sebaiknya tanyakan langsung pada si penyampai:

“Mohon maaf Ustadz, apakah ada dalil untuk itu?” Kita bertanya bukan untuk menguji. Bukan juga merasa sok mengerti dalil. Kita bertanya karena kita ingin yakin dan hati kita tenang bahwa apa yang disampaikan sang ustadz memiliki dasar yang kuat dan layak untuk diamalkan. Bertanya tidak berarti menantang. Sebagaimana diam pun tidak berarti tunduk. والله تعالى أعلم وأحكم 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement