REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah diskusi, ulama besar, Syekh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin atau Syekh Utsaimin ditanya tentang suami yang melarang istrinya memakai pakaian syar'i atau sesuai syariat Islam. Perempuan tersebut dilarang memakainya, padahal untuk di luar rumah.
Syekh Utsaimin kemudian menegaskan bahwa suami tidak boleh memerintahkan istrinya untuk menanggalkan pakaian syar'i untuk diganti dengan pakaian yang tidak sesuai aturan Islam. Ia menasehati agar suami takut kepada Allah SWT yang memerintahkan perempuan dewasa untuk menutup aurat mereka di hadapan orang lain.
"Kami nasehatkan kepadanya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas keluarganya dan sekaligus memuji Allah yang memberikan kemudahan baginya dengan seorang istri yang berkeinginan merealisasikan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Yaitu mengenakan pakaian yang syar’i yang menjamin keselamatannya dari fitnah," kata Syekh Utsaimin yang dituliskan Syekh Sholah Mahmud As Said dalam Ensiklopedia Fatwa Syekh Utsaimin.
Menurutnya, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar memelihara diri mereka dan keluarganya dari api neraka dalam firman Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan," (QS. At Tahrim: 6).
Rasulullah SAW bahkan menyebut bahwa seorang suami harusnya adalah orang yang memiliki rasa tanggungjawab untuk melindungi keluarganya, terutama dari perbuatan yang dilarang Allah SWT.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA Nabi SAW bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari).
"Adapun berkaitan dengan suaminya, maka tidak halal baginya (istri) taat kepada suami selama-lamanya dalam rangka bermaksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Khalik,"kata Syekh Utsaimin.