REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Terkadang ketika sholat di masjid atau mushala, terdapat tangisan anak kecil saat berada di pertengahan shalat. Bagaimana sebaiknya umat islam menyikapi situasi ini?
"Mungkin akibat terjatuh, atau merasa haus, atau kepanasan, atau takut melihat kerumunan, atau karena faktor lainnya. Saat itulah imam sholat tertuntut untuk bersikap bijaksana," kata Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, Ustadz Abdullah Zaen Lc,MA dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Rabu (27/7/2022). Ustadz Zaen mengutip sebuha hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:
إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلَاةِ وَأَنَا أُرِيدُ إِطَالَتَهَا، فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ
“Sungguh saat memulai sholat, aku ingin memperpanjang bacaan shalatku. Namun karena mendengar tangisan bayi, maka akupun mempersingkat shalotku. Sebab aku tahu betapa gelisahnya perasaan si ibu saat mendengar tangisan anaknya”. (HR Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu).
"Ini menunjukkan perpaduan apik antara menaati peraturan agama dan mengakomodir perasaan manusiawi. Aturan agama tidak dilanggar. Buktinya sholat tetap dilanjutkan. Sebab tangisan biasa anak kecil bukanlah hal darurat yang mengharuskan dibatalkannya sholat. Namun di waktu yang sama, perasaan resah ibu si anak juga dihargai. Dengan cara bacaan dan ritme gerakan sholat dipersingkat, tanpa merusak ketumakninahan sholat. Alangkah indahnya ajaran Islam," papar Ustadz.
Di samping itu, saat membawa anak kecil ke masjid, ada dua kubu ekstrem yang bertolak belakang. Ustadz Abdullah mengatakan yaitu kubu pertama, melarang sama sekali. Kubu kedua, membebaskan sebebas-bebasnya.
"Yang benar adalah sikap pertengahan di antara dua kubu tersebut. Yaitu boleh mengajak anak kecil, asalkan bisa dikondisikan, dan orang tua harus bertanggungjawab, sehingga tidak mengakibatkan kegaduhan di masjid," kata Ustadz Abdullah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun pernah membawa anak kecil ke masjid. Syaddad radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, “Di suatu sholat Isya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang sambil membawa Hasan atau Husain. Beliau maju ke pengimaman dan meletakkan cucunya lalu bertakbiratul ihram. Di tengah sholat, beliau sujud lama sekali. Karena penasaran, Syaddad mengangkat kepalanya untuk mencari tahu. Ternyata sang cucu naik ke pundak Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau sujud. Syaddad pun kembali sujud. Seusai shalat, jamaah bertanya, “Wahai Rasulullah, tadi engkau sujud lama sekali. Hingga kami mengira ada kejadian buruk atau ada wahyu yang turun padamu”. Beliau menjawab:
كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ، وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي، فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
“Bukan itu yang terjadi. Tetapi tadi cucuku menjadikan punggungku sebagai tunggangan. Aku tidak suka memutus kesenangannya hingga dia puas.” (HR Nasai dan dinilai sahih oleh al-Hakim).
Di lain kesempatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan sikap bertanggungjawab saat membawa anak kecil. Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu menuturkan:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّى لِلنَّاسِ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ عَلَى عُنُقِهِ، فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengimami sholat sambil menggendong cucunya, Umamah binti Abi al-‘Ash di pundaknya. Bila beliau akan sujud, maka anak tersebut diturunkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
"Hadits ini menjelaskan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam tidak lepas tangan saat membawa anak ke masjid. Cucunya dipegangi, bahkan digendong. Agar tidak mengganggu jamaah lainnya," kata Ustadz Abdullah.