REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Imam Syafii dalam kitab Al Umm menjelaskan bahwa secara ringkas, keluarnya gadai dari tangan murtahin adalah ketika rahin terbebas dari hak yang harus dia tanggung dalam akad gadai.
Caranya adalah melalui beberapa hal. Antara lain, rahin melakukan pembayaran (pelunasan utang), murtahin melakukan pembebasan terhadap rahin, gugurnya status objek gadai (dari barang yang bersangkutan) disebabkan suatu hal sehingga objek gadai keluar dari tahan murtahin dan kembali kepada kepemilikan rahin seperti sebelum digadaikannya objek gadai tersebut.
Kemudian, murtahin mengeluarkan pernyataan bahwa dia menggugurkan gadai dengan ucapan, "saya menggugurkan gadai/fasakhtu'. Atau mengatakan "saya membatalkan gadai/abthaltu" atau "saya membatalkan hak saya dalam gadai/abthaltu haqqi".
Apabila seseorang (rahin) menggadaikan beberapa barang sekaligus kepada seseorang (murtahin), misalnya berupa tepung, unta, domba, barang-barang, dirham, dan dinar, dengan uang seribu dirham atau uang seekor unta dan makanan lalu rahin sudah menyerahkan semua hartanya yang menjadi objek gadai kecuali satu dirham, maka objek gadai adalah semua barang tersebut dengan sisanya meski hanya sedikit.
Tidak ada jalan bagi rahin atas apapun dari semua objek gadai itu, dan tidak pula bagi orang yang dia utangi, dan tidak pula bagi para ahli warisnya apabila rahin meninggal sampai dia melunasi utang kepada murtahin. Penyebabnya adalah semua barang gadai tergabung dalam satu kesepakatan transaksi tanpa terpisah sebagiannya dari sebagian yang lain.