Senin 18 Jul 2022 16:25 WIB

Iran Sebut Mampu Bangun Bom Nuklir, Tapi Belum Putuskan Produksi Tidaknya

Iran mampu perkaya uranium hingga 60 persen saat ini

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Reaktor riset nuklir di markas besar Organisasi Energi Atom Iran (ilustrasi). Iran mampu perkaya uranium hingga 60 persen saat ini
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Reaktor riset nuklir di markas besar Organisasi Energi Atom Iran (ilustrasi). Iran mampu perkaya uranium hingga 60 persen saat ini

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN–Penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, Kamal Kharrazi, menyebut negaranya secara teknis mampu membuat bom nuklir. Meski mampu, dia mengaku Iran belum memutuskan apakah akan membuatnya atau tidak.  

"Dalam beberapa hari kami dapat memperkaya uranium hingga 60 persen dan kami dapat dengan mudah menghasilkan 90 persen uranium yang diperkaya. Iran memiliki sarana teknis untuk menghasilkan bom nuklir tetapi belum ada keputusan oleh Iran untuk membuatnya,"  kata Kamal Kharrazi dilansir dari The New Arab, Ahad (17/7/2022). 

Baca Juga

Pada 2018, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump membatalkan kesepakatan nuklir Teheran 2015 dengan kekuatan dunia. Di mana Iran mengekang pekerjaan pengayaan uraniumnya, jalur potensial menuju senjata nuklir dengan imbalan bantuan dari sanksi ekonomi. 

Sekitar setahun setelah kebijakan "tekanan maksimum" Trump terhadap Iran, Teheran mulai melanggar pembatasan nuklir pakta itu. 

Iran telah lama membantah mencari senjata nuklir, dengan mengatakan pihaknya memurnikan uranium hanya untuk penggunaan energi sipil dan mengatakan pelanggarannya terhadap kesepakatan internasional dapat dibalikkan jika Amerika Serikat mencabut sanksi dan berkomitmen kembali dengan perjanjian yang dibuatnya. 

Pembicaraan tidak langsung antara Iran dan pemerintahan Presiden Joe Biden yang bertujuan untuk membawa Washington dan Teheran kembali mematuhi pakta nuklir, telah terhenti sejak Maret. 

Kharrazi mengatakan Teheran tidak akan pernah bernegosiasi mengenai program misil dan kebijakan regionalnya, seperti yang diminta oleh Barat dan sekutunya di Timur Tengah.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement