REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Masjid Al-Qiblatain, yang berarti "dua arah," dibangun dua tahun setelah Nabi Muhammad tiba di Madinah. Kota ini terkenal dengan sejarah Islamnya yang kaya, sekaligus tempat perhentian bagi jutaan peziarah umrah dan haji setiap tahun.
Di Madinah, di mana Allah SWT menurunkan sebuah ayat Alquran kepada utusan-Nya, “Sesungguhnya! Kami telah melihat perubahan wajahmu ke langit. Sesungguhnya Kami akan mengarahkan kamu ke kiblat yang menyenangkan hati kamu. Jadi, putarlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Bata dari lumpur, pelepah dan batang kelapa adalah bahan awal yang digunakan umat Muslim kala itu untuk membangun masjid. Masjid ini telah mengalami renovasi dan diperluas beberapa kali selama berabad-abad. Perluasan pertama terjadi pada era Khalifah Umar bin Abdulaziz, pada 706.
Ukuran masjid tetap tidak berubah selama hampir 800 tahun. Kemudian, renovasi kembali dilakukan oleh Shaheen Al-Jamali pada 1488.
Raja Abdulaziz pada awal 1930-an juga memerintahkan renovasi lebih lanjut. Pada momen ini dilakukan pembangunan menara, perbaikan tembok di sekitarnya, serta perluasan masjid menjadi 425 meter persegi.