Ia menyampaikan, di hari kedua, barulah Nabi Ibrahim yakin bahwa mimpi itu benar-benar datang dari Allah, sehingga disebut Yaumul Arafah, hari mendapatkan pengetahuan dengan sadar. Akhirnya pada hari ketiga, Nabi Ibrahim mengambil keputusan dengan penuh keyakinan yang dikenal dengan Yaumun Nahr, hari melaksanakan penyembelihan.
Pada saat pengorbanan yang akan berlangsung, terjadilah dialog antara Nabi Ibrahim dan putranya Ismail, yang sangat menggugah hati dan perasaan. Dialog ini sebagai contoh kuatnya iman dan takwa mereka kepada Allah SWT.
Begitu mengharukan proses pengorbanan itu, terlebih lagi ketika Ismail dengan penuh tawakal memohon kepada ayahnya, wahai ayah ikatlah kaki dan tangan saya kuat-kuat, agar gelepar tubuh saya tidak membuat ayah bimbang.
Telungkupkan tubuh saya sehingga muka menghadap ke tanah, supaya ayah tidak melihat wajah saya. Ayah, jagalah darahku jangan sampai memerciki pakaian ayah karena bisa menyebabkan perasaan iba, sehingga akan mengurangi pahala.
Asahlah pisau itu tajam-tajam, agar penyembelihan berjalan lancar. Wahai ayah, baju saya yang berlumur darah nanti, bawalah pulang dan serahkan pada ibu, dan sampaikan salamku kepadanya, semoga beliau sabar menerima ujian ini," jelas Buya Amirsyah.
Ia mengatakan, setelah dialog tersebut berlangsung Allah melarang Nabi Ibrahim menyembelih putranya, karena Nabi Ibrahim dan Ismail dinyatakan Allah telah lulus menjalani ujian. Sebagai gantinya Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih binatang kurban.