REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu. Kekhalifahan Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib berlangsung selama 35-40 hijriah.
Dikutip dari buku Inilah Faktanya karya Dr Utsman bin Muhammad al-Khamis, Dituturkan dari Muhammad bin al-Hanafiyyah, yaitu Muhammad bin Ali bin Abu Thalib, ia bercerita bahwasanya setelah Utsman Radhiyallahu Anhu terbunuh, Ali mengunjungi rumahnya. Ali masuk ke dalam rumahnya lalu menutup pintunya.
Tidak lama kemudian, orang-orang datang kepadanya dan mengetuk pintu rumah seraya berkata: “Utsman telah terbunuh, sedangkan orang-orang membutuhkan khalifah. Kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah selain dirimu.”
Ali menanggapi ucapan mereka: “Kalian jangan memilihku, karena bagiku, jabatan sebagai penasihat jauh lebih baik daripada jabatan sebagai khalifah.” Mereka berkata: “Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada dirimu.”
Ali lantas berkata: “Jika kalian tetap bersikukuh menginginkan diriku menjadi khalifah, maka kalian jangan membaiatku secara sembunyi-sembunyi. Aku akan keluar menuju masjid. Maka, siapa saja yang hendak membaiatku, dia bisa melakukannya di sana."
Ali kemudian keluar menuju masjid, dan kaum Muslimin pun membaiatnya sebagai khalifah mereka (setelah Utsman).(HR Ahmad)
Selanjutnya, kaum Muhajirin dan Anshar yang berada di Madinah membaiatnya. Ada yang mengatakan, sebagian Sahabat terlambat dalam membaiatnya, seperti Sa‘ad bin Abu Waqqash, ‘Abdullah bin Umar, Muhammad bin Maslamah, dan yang lainnya. Ada lagi yang mengatakan, Ali dibaiat oleh semua orang. Ini yang masyhur. Yang benar, Sa‘ad, Ibnu Umar, dan Muhammad bin Maslamah Radhiyallahu Anhum tidak ikut berperang bersama pihak Ali. Adapun mengenai pembaiatan, mereka sudah melakukannya.
‘Auf bin Abu Jamilah bercerita: “Aku tengah bersama al-Hasan al-Bashri yang sedang berada di Madinah, ketika terjadi peristiwa pembunuhan Utsman. Orang-orang kemudian menyebut beberapa orang Sahabat Nabi ﷺ. Ibnu Jausyan al-Ghathafani berkata: ‘Wahai Abu Sa‘id (al-Hasan al-Bashri), orang-orang menganggap cacat Abu Musa al-Asy‘ari karena dia mengikuti Ali.” Mendengar itu al-Hasan naik pitam, hingga kemarahan terlihat pada wajahnya. Ia lantas berkata: ‘Kalau bukan mengikuti Ali, siapa yang pantas untuk diikuti? Amirul Mukminin Utsman telah terbunuh secara zhalim, kemudian orang-orang memilih yang terbaik di antara mereka, lalu membaiatnya. Kalau begitu, siapakah yang pantas dijadikan Pemimpin?’ Sampai-sampai dia mengulanginya hingga beberapa kali.” (HR Ahmad)
Ahlus Sunnah wal Jama‘ah sepakat bahwa orang yang paling utama di antara para Sahabat setelah Utsman bin Affan adalah Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu. Ibnu Taimiyah berkata: “Pendapat Ahmad bin Hanbal yang dinukil secara jelas adalah membid‘ahkan orang yang meragukan kekhalifahan Ali. Dia berkata: ‘Bahkan, orang tersebut lebih sesat daripada keledai keluarganya.” Ibnu Taimiyah bahkan memerintahkan untuk menjauhi orang tersebut.' (Majmul Fatawa)
Ahlus Sunnah wal Jama‘ah juga sepakat bahwa para Sahabat yang utama setelah Rasulullah ﷺ adalah Abu Bakar, kemudian Umar Radhiyallahu Anhuma. Mereka berselisih, mengenai mana yang lebih utama antara Utsman dan Ali Radhiyallahu Anhuma. Jumhur berpendapat, Utsman lebih utama daripada Ali. Kemudian, mereka sepakat bahwa Ali bin Abu Thalib adalah khalifah keempat.