Selasa 31 May 2022 05:55 WIB

Mengapa Sufi Ibrahim Bin Adham Terkenal di Nusantara dan Tanah Melayu?

Ibrahim bin Adham dikenal sebagai sosok sufi yang zuhud

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Ibrahim bin Adham. Ibrahim bin Adam dikenal sebagai sosok sufi yang zuhud
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Ilustrasi Ibrahim bin Adham. Ibrahim bin Adam dikenal sebagai sosok sufi yang zuhud

REPUBLIKA.CO.ID, —  Nama Syekh Ibrahim bin Adham sangat tersohor. Bagi para ahli tasawuf Abad Pertengahan hingga kontemporer, Syekh Ibrahim bin Adham bagaikan mata air.

Ia termasuk yang paling awal mengamal kan dan mengajarkan laku sufi di tengah masyarakat. Di samping itu, konsistensinya dalam zuhud menjadi ciri khas tasawuf yang datang sesudahnya.

Baca Juga

Syekh Ibrahim bin Adham (718-782)merupakan seorang sufi yang berpengaruh besar dalam sejarah Islam. Tokoh yang berdarah Arab itu lahir di Khurasan, tepatnya Kota Balkh, kini bagian dari Afghanistan. Keluarganya menetap di wilayah tersebut setelah bermigrasi dari Kufah, Irak.

Ada banyak kitab yang memuat kisah-kisah tentang Syekh Ibrahim bin Adham (718-782). Menurut N Hanif dalam Biographical Encyclopaedia of Sufis of South Asia (1999), kebanyakan narasi itu tidak hanya tersebar di kawasan Arab atau Persia. Lebih lanjut, kaum Muslimin di India dan Indonesia pun menerima teks-teks tersebut.

Hanif mengatakan, beberapa daerah kultural di Nusantara menjadi tempat persebaran cerita mengenai sang mursyid. Di antaranya ialah Sunda, Jawa, dan Bugis.Bagaimanapun, sambungnya, masyarakat masing-masing lokasi itu didu ga mendapatkan narasi tentang Syekh Ibrahim dari orang-orang Persia, bu kan Arab. Dan, kandungan kisahnya pun lebih banyak dibumbui hal-hal yang berbau rekaan.

Salah satu manuskrip yang mengisahkan tentang tokoh ini ialah Hikayat Sultan Ibrahim bin Adham. Laman Perpustakaan Nasional RI mengungkapkan, kandungan naskah tersebut menceritakan sosok Sultan Ibrahim bin Adham, yakni seorang raja Irak yang rela melepaskan takhta kerajaan karena ingin menjalankan ibadah kepada Tuhan secara khusyuk.

Teks hikayat ini dibuka dengan perkataan sebagai berikut. "Ini suatu hikayat ada seorang raja dari negeri Irak bernama Sultan Ibrahim bin Adham, wali Allah. Adapun terlalu besar kerajaannya baginda itu. Sahdan baginda itu sangat pertapa lagi masyhur serta dengan adil pemerintahnya lagi amat mengasih pada segala wazirnya dan hulubalangnya, dan kepada rakyatnya hina dena dan terlalu amat mengasih kepada segala ulama dan fakir dan miskin."

Secara keseluruhan, hikayat yang bertuliskan Arab-Melayu tersebut memuat moral dalam dua aspek sekaligus, yakni hubungan vertikal antara hamba dan Allah serta relasi horizontal antarsesama manusia.

Aspek pertama meliputi persoalan-persoalan takwa dan mendahulukan perintah Allah, zuhud, ridha, serta pertobatan. Termasuk di dalamnya, kisah tentang perjuangan sang syekh untuk menghalalkan kurma yang terlanjur dimakannya. Adapun aspek kedua bertalian dengan sikap amanah dan pemimpin yang baik.

Menurut Danang Susena dalam Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham: Suntingan Teks dan Kajian Semiotika(2015), kehidupan spiritual Syekh Ibrahim interteks dengan keyakinan yang disebarkan oleh Syekh Hasan al-Bashri (642-728). Kedua tokoh itu sama-sama generasi tabiin.Belakangan, prinsip mereka diikuti pula antara lain oleh Imam Ghazali (1058- 1111). Dan, sampai kini keyakinan itu masih hidup.    

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement