REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT menurunkan wahyu atau kebenaran melalui para Nabi untuk disampaikan kepada umat-Nya. Hadirnya wahyu menjadi petunjuk dalam menjalankan kehidupan, baik sosial maupun spiritual keagamaan.
Penyampaian wahyu tersebut dapat dilakukan dengan beragam cara. Syekh Shafiyarrahman Al-Mubarakfuri dalam bukunya Sirah Nabawiyah, mengutip Ibnu Qayyim, dituliskan ada tujuh cara Allah SWT menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW.
Cara pertama melalui mimpi yang hakiki atau benar. Mimpi tersebut dikatakan termasuk dalam salah satu permulaan media atau cara penyampaian wahyu kepada Rasulullah SAW.
Selanjutnya, wahyu diturunkan melalui bisikan dalam jiwa dan hati Nabi tanpa terlihat. Rasulullah SAW pernah berkata, "Sesungguhnya Ruhul-Qudus menghembuskan ke dalam diriku, bahwa suatu jiwa sama sekali tidak akan mati hingga disempurkan Rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah, baguskan dalam meminta, dan janganlah kalian menganggap lamban datangnya rezeki, sehingga kalian mencarinya dengan cara mendurhakai Allah, karena apa yang di sisi Allah tidak akan bisa diperoleh kecuali dengan menaati-Nya."
Dalam artikel yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), disebutkan langkah ketiga wahyu disampaikan melalui kehadiran malaikat di hadapan Nabi Muhammad. Dengan menyerupai sosok seorang laki-laki, malaikat menemui langsung kepada Rasulullah.
Selanjutnya, ia berbicara hingga Nabi bisa menangkap secara langsung apa yang dibicarakan. Bahkan, dalam hal ini terkadang para sahabat juga bisa melihat penjelmaaan malaikat tersebut.
Keempat, wahyu datang menyerupai gemerincing lonceng. Wahyu ini dianggap wahyu paling berat dan malaikat tidak dapat dilihat oleh pandangan Nabi.
Saat wahyu diturunkan, dahi Nabi dikatakan sampai berkerut dan mengeluarkan keringat, sekalipun pada waktu yang sangat dingin. Bahkan, hewan yang ditunggangi Nabi menderum ke tanah.
Wahyu seperti ini disebut pernah terjadi tatkala paha beliau berada di atas Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasa keberatan dan hampir saja tidak kuat menyangganya.
Selanjutnya, wahyu disampaikan dengan cara malaikat melihatkan rupa aslinya. Hal ini pernah terjadi dua kali kepada Nabi, bilamana malaikat akan menyampaikan wahyu seperti yang dikehendaki Allah SWT kepada beliau, sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Najm.
Keenam, wahyu yang disampaikan langsung oleh Allah SWT kepada Nabi. Kejadian ini terjadi di lapisan-lapisan langit pada malam Mi’raj, yang mana berisi kewajiban untuk melaksanakan shalat dan lain-lain.
Terakhir, Allah SWT berfirman langsung kepada Nabi tanpa perantara, sebagaimana Allah SWT telah berfirman dengan Musa bin Imran. Wahyu semacam ini berlaku bagi Musa berdasarkan nash Alquran, sedangkan Nabi Muhammad terjadi dalam hadist tentang Isra.