REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama dan cendekiawan muslim asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi mengungkapkan beberapa kondisi diperbolehkannya menggunjing atau ghibah. Meskipun pada dasarnya diharamkan, menurut dia, gibah bisa dibenarkan dalam sejumlah kondisi tertentu
Pertama, yaitu ketika mengeluhkan kezaliman orang. "Orang yang dizalimi boleh bercerita tentang orang yang menzaliminya kepada pihak yang berwenang untuk membantunya mengatasi kezaliman dan kejahatan yang menimpanya," jelas Nursi dikutip dari bukunya yang berjudul Risalah Ikhlas dan Ukhuwah terbitan Risalah Nur.
Kedua, saat meminta saran. Misalnya, ketika seseorang yang bermaksud bekerja sama dengan orang lain dalam bisnis atau hal lain datang meminta saran kepadamu.
Maka, dengan niat yang tulus dan demi kemaslahatan orang itu, tanpa ada kepentingan pribadi, kita boleh memberikan saran kepadanya dengan mengatakan, “Engkau tidak cocok bekerja sama dengan dia. Kamu akan menanggung kerugian.”
Ketiga, ketika memperkenalkan tanpa ada maksud mencemarkan nama baik. Misalnya, engkau mengatakan, “Si pincang atau orang jahat itu...”
Keempat, yaitu ketika orang yang digunjingkan adalah orang fasik yang terang-terangan berbuat kefasikan. Orang tersebut bahkan tidak mempunyai rasa malu bertingkah buruk, bangga dengan dosa-dosa yang diperbuatnya, dan merasa senang berbuat zalim terhadap orang lain.
"Dalam hal-hal khusus ini, ghibah dibolehkan demi kebenaran dan kemaslahatan semata, tanpa niat buruk dan kepentingan pribadi. Jika tidak, ghibah akan merusak dan melahap amal kebaikan, bagaikan api yang melalap kayu bakar," kata Nursi.
"Jika seseorang terlibat dalam pergunjingan atau ikut mendengarkannya dengan sengaja, ia harus segera memohon ampun kepada Allah, Lalu ia harus meminta maaf kepada orang yang digunjingnya itu saat bertemu dengannya," jelas Nursi.