REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Diutusnya Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam adalah sebagai rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi seluruh makhluk di alam semesta.
Ini sekaligus menjadi keistimewaan Rasulullah SAW bahwa kehadiran Baginda Rasulullah SAW membawa rahmat dan keberkahan tidak hanya untuk umat Islam, namun juga bagi seluruh manusia, binatang, tumbuhan dan makhluk-makhluk Allah SWT lainnya di alam semesta.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ "Dan tidaklah kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam." (QS Al Anbiya ayat 107).
Lalu apa yang dimaksud dengan Rasulullah SAW sebagai rahamat bagi seluruh alam semesta atau rahmatan lil alamin?
Habib Muhammad Hanif bin Abdurrahman Al Attas menjelaskan yang dimaksud rahmatan lil alamin atau sebagai rahmat bagi semesta alam seperti disebutkan dalam surat Al Anbiya adalah bahwa segala sesuatu yang dikerjakan, diajarkan, atau segala hal yang diperintahkan, dilarang ataupun diimbau Rasulullah SAW pasti mempunyai kemaslahatan bagi makhluk di alam semesta terutama untuk manusia baik di dunia maupun di akhirat
"Arti rahmatan lil alamin bahwa semua yang datang dari Rasulullah SAW baik berupa akhlak, adab, atau berupa hukum baik perintah, larangan, atau anjuran, imbauan untuk tidak melakukan sesuatu, semua yang datang dari nabi pastilah membawa kemaslahatan dunia dan akhirat," tutur Habib Hanif saat mengisi ceramah di Majelis Taklim Masjid Al Iqdam Lenteng Agung, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika, Jumat (27/5/2022).
Habib Hanif mengatakan segala hal yang datang dari Allah SWT dan Rasulullah SAW termasuk dalam perkara hukum muamalah, hukum jinayah hingga berkaitan dengan perihal dalam keluarga pasti mendatangkan manfaat kebaikan.
Sedang yang disebut maslahat itu sendiri, menurut Habib Hanif, adalah suatu hal atau perkara memiliki manfaat kebaikan tidak hanya di dunia namun juga di akhirat. Karena itu Habib Hanif mengajak jamaah untuk meyakini bahwa apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW mendatangkan kebaikan.
"Maslahat untuk si A belum tentu maslahat untuk si B, itulah kalau dikembalikan pada setiap orang maka bersifat relatif. Tapi maslahat menurut pandangan syariat harus mencakup dua dimensi, maslahat dunia dan akhirat," katanya.
Dia mencontohkan seperti tentang perkara bunga perbankan. Menurut Habib Hanif, dalam pandangan manusia, sepintas bunga perbankan memberi manfaat berupa keuntungan bagi nasabahnya.
Namun demikian, kemaslahatan itu hanya di dunia saja. Sebab menurut Habib Hanif perkara riba telah diharamkan Allah SWT dan Rasulnya. Dan orang yang melakukan perkara riba, tengah melakukan keburukan dan dosa sehingga akan memperoleh siksa di akhirat.
Habib Hanif juga menjelaskan sekalipun terdapat suatu perintah maupun larangan yang datang dari Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak sesuai atau tidak dapat dimengerti oleh akal manusia, namun menurutnya perintah dan larangan itu pasti dibaliknya mempunyai kemaslahatan.
Habib Hanif mencontohkan seperti hukum potong tangan bagi pencuri dalam hukum Islam. Dalam pandangan manusia, menurut Habib Hanif sepintas hukum potong tangan terlihat dan terkesan kejam.
Namun demikian, hukum potong tangan bisa memberikan efek jera bagi pelaku pencurian. Bahkan menjadi peringatan bagi orang lainnya agar tidak melakukan pencurian.