Kesultanan Aceh pun membebaskan utusan Belanda yang di tahan yaitu Federick de Houtman. Selain itu Sultan Aceh juga memerintahkan sejumlah pejabatnya untuk pergi ke Belanda, selain untuk memberikan hadiah balasan pada pangeran Mauritis juga untuk mencari informasi tentang negeri kincir angin itu.
Salah satu yang paling utama yakni membuktikan pandangan yang berkembang di Aceh tentang orang kulit putih hanya Portugis dan Spanyol serta orang-orang Belanda bukanlah seroang perompak.
Sultan Aceh pun mengutus tiga orang, yakni duta besar Abdul Zamat, laksamana raja yaitu Seri Mohamat dan Meras San atau Abdul Hamid atau dikenal Sri Muhammad yang merupakan keponakan Sultan Aceh pergi melawat ke Belanda.
Utusan kesultanan Aceh itu pun tiba di Belanda pada akhir Juli 1602. Namun, duta besar Kesultanan Aceh, Abdul Zamat meninggal di Meddelburg pada Agustus di usia ke-71 tahun setelah mengalami luka akibat pertempuran dengan kapal guling musuh selama dalam perjalanan menuju Belanda.
Pemakaman Abdul Zamat di Belanda dengan menggunakan syariat Islam itu pun begitu besar, mungkin menjadi upacara pemakaman orang Aceh dengan tata cara Islam terbesar yang meninggal di Belanda, sebab diikuti banyak rakyat Belanda.
Pemakaman Abdul Zamat dihadiri pembesar-pembesar kerajaan Belanda. Menariknya pemakaman yang dilakukan berdasarkan syariat Islam itu berlangsung di Gereja Saint Pieters dengan upacara yang khidmat.
Upacara pemakaman utusan Kesultanan Aceh itu pun sampai-sampai membuat kota Middelburg maupun Vlissingen menjadi kosong karena penduduknya menyaksikan peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya itu.
Sementara itu, dua utusan Sultan Aceh yakni Seri Mohamat dan Meras San bisa berjumpa dengan raja Maurits. Utusan Kesultanan Aceh itu disambut baik Belanda.
Baca juga: Amalan Sunnah yang akan Didoakan Puluhan Ribu Malaikat
Seri Mohamat pun memberikan surat hadiah balasan dari Sultan Aceh seperti keris, perkakas dari emas, kamper serta sebuah burung kakak tua. Selama berada di Belanda, Seri Mohamat dikenalkan dengan berbagai hal tradisi dan kebudayaan di Belanda semisal pertarungan pasukan berkuda dengan senjata lengkap.
Lebih dari 15 bulan utusan Kesultanan Aceh itu tinggal di Belanda untuk mengenal berbagai hal tentang negara itu. Pada Desember 1603, Seri Mohamat dan Meras San pulang kembali ke Aceh.