Sabtu 21 May 2022 10:20 WIB

Membedah Karakter Manusia Merujuk Pembagian Air Menurut Fikih Islam

Karakter manusia bisa dikonotasikan dengan macam-macam air menurut fikih Islam

Ilustrasi berwudhu menggunakan air. Karakter manusia bisa dikonotasikan dengan macam-macam air menurut fikih Islam

Oleh : KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI

Karakter wasathiyyah berpijak pada keadilan dalam berpikir dan berbuat, pertengahan dalam setiap hal.

Tidak ifrâth (melebih-lebihkan) dan tidak juga tafrîth (mengurang-ngurangi) dalam urusan agama dan dunia. Tidak ghuluw atau melampaui batas dalam melaksanakan agama dan tidak seenaknya sendiri di dalam melaksanakan kewajibannya.

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِى مُعَنِّتًا وَلاَ مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِى مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

"Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang mempersulit (masalah) dan orang yang mencari-cari kesulitan, tetapi sebagai pendidik yang memudahkan." (HR Muslim)

C. Karakter manusia yang lain, sebagaimana tipologi air yang ketiga, adalah golongan orang baik (suci) tapi belum bisa mengajak pada kebaikan (mensucikan) terhadap orang lain. Dengan demikian, dia lebih memilih menjaga keselamatan dirinya dan paling jauh untuk keselamatan keluarganya terlebih dahulu, daripada keselamatan orang lain. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا 

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS  At Tahrim ayat 6)

Dan suatu kondisi, merasa dirinya tidak baik justru merupakan sikap yang baik dalam Islam.

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS An Najm ayat 32) 

لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ “Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang-orang yang berbuat baik di antara kalian.” (HR Muslim) 

Dia tidak dapat mengajak (mensucikan) dalam kebaikan, sebagaimana jenis air ketiga yang tidak bisa mensucikan karena volumenya sedikit kurang dari dua qullah dan bekas dipakai untuk bersuci.

Tetapi, jenis air semacam ini bisa kembali suci dan dapat mensucikan jika dikumpulkan atau ditambah dengan air lain yang suci hingga sampai ukuran dua qullah. 

Artinya, jika seseorang yang semula tidak punya kemampuan untuk mengajak (mensucikan) orang lain karena keterbatasan ilmu dan pengalamannya serta bayangan hitam masa lalunya, ia suatu saat akan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan) dengan cara belajar dan berkumpul dengan orang-orang saleh.  

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit kita temukan orang yang dulunya minim tentang agama dan bahkan kehidupannya jauh dari nilai-nilai agama Islam, setelah mendapat hidayah ia kemudian belajar dan mendalami ajaran Islam dan menyesali kesalahan masa lalunya. Akhirnya, ia tidak saja menjadi orang yang baik tapi juga mampu mengajak orang lain dalam kebaikan. 

D. Air mutanajjis adalah air sedikit kurang dari dua qullah yang terkena najis atau sudah mencapai dua qullah atau lebih namun sudah berubah salah satu sifatnya, apakah warna, bau, atau rasanya karena terkena najis tersebut.  

Air yang terkena najis tidak boleh digunakan untuk wudhu, mandi apalagi menghilangkan najis. Air najis bisa berubah statusnya menjadi air suci antara lain dengan cara ditambah volume airnya, atau najisnya dapat dihilangkan. 

Tipologi air semacam ini ada kemiripan dengan seseorang yang bergelimang dosa karena kerap melakukan kesalahan. Namun sebaik-baiknya orang yang pernah melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertobat.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا  "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasûhâ (taubat yang semurni-murninya)." (QS At Tahrim ayat 8) 

كلُّ بني آدم خَطَّاءٌ, وخيرُ الخَطَّائِينَ التوابون "Setiap anak Adam bergelimang dosa, dan sebaik-baik ‎orang yang bergelimang dosa adalah yang banyak ‎bertaubat." (HR Tirmidzi)

Tobat yang baik adalah menyesali perbuatannya, tidak mengulangi kesalahannya dan mengembalikan hak orang lain yang pernah dia zalimi. 

Demikian kiranya tipologi karakter manusia jika dianalogikan dengan empat kategori air di dalam fikih. Tinggal setiap dari kita mau bercermin dengan jujur, di tipologi manakah kita berada. 

Cermin yang jujur akan memudahkan kita bersikap dan menempatkan diri, untuk kemudian memperbaikinya, jika ada yang perlu diperbaiki. Dan tentu perbaikan demi perbaikan adalah sebuah kebutuhan niscaya dalam diri setiap manusia.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement