REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Tengah persawahan Desa Kuta Karang Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, sebuah bangunan besar berwarna putih di bawah pepohonan kelapa tampak berdiri kokoh. Dari jalan beraspal, masjid berkubah dua terlihat indah, kala itu para jamaah juga satu per satu keluar dari masjid usai melaksanakan ibadah Shalat Ashar berjamaah.
Namun, yang menjadi perhatian bukanlah masjid tersebut, melainkan bangunan sederhana di sebelahnya. Sebuah masjid kecil dengan sejarah panjang karena didirikan oleh seorang ulama besar Aceh.
Sekilas, masjid kecil ini tak terlihat tua, karena bagian depannya sudah di semen dengan cat putih bersih, hanya atapnya masih berdesain bangunan zaman dulu. Di sana, seorang pria muda terlihat mondar mandir dengan memegang dua buah buku di tangannya.
Lalu ia berdiri dekat sebuah pamflet segi empat yang berada tepat di depan masjid kecil ini sambil melihat ke area persawahan.Pada pamflet tersebut tertulis Masjid Teungku (Tgk) Syiek Kuta Karang Kemukiman Ulee Susu Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
Dia menyapa, "Assalamu'alaikum."
Pria bernama Ikhwani itu merupakan warga setempat, bukan penjaga masjid, melainkan seorang warga yang peduli terhadap kebersihan dan sejarah masjid tersebut."Masjid ini dibangun pertama sekali 1860, itu 13 tahun sebelum kedatangan Belanda ke Aceh, karena Belanda masuk Aceh sekitar tahun 1873," kata Ikhwani.