Hingga kini secara umum bangunan masjid tersebut masih mempertahankan keasliannya tanpa adanya penambahan ornamen baru. Kayu jati masih mendominasi arsitektur utama masjid, dengan jendela dan 12 pilar kayu menopang bangunan utama masjid.
Atapnya memiliki celah hawa dan cahaya sebagai ventilasi agar udara segar dan berkas cahaya bisa masuk ke dalam ruangan masjid. Bentuk atap tumpang bersusun Masjid Nur Sulaiman ini merupakan khas Indonesia yang sudah banyak digunakan pada berbagai tempat ibadah sebelum Islam masuk ke Jawa.
Akses masuk ke serambi masjid pada sisi Utara dan Selatan berbentuk lengkung dengan sebuah jendela di antaranya. Sementara bagian depan masjid yang menghadap ke Timur terbuka tanpa penutup. Kemudian bagian menara menempel pada dinding yang berada di sisi sebelah kanan.
Selain itu, keunikan masjid ini juga terletak pada atap mihrab yang terpisah dengan atap bangunan utama. Biasanya, atap mihrab menjadi satu dengan bangunan utama, namun ruang mihrab di masjid ini memiliki atap sendiri.
Di bagian atas atap bangunan utama maupun mihrab masjid juga terdapat "mustaka" (kepala) yang berbentuk gada. "Mustaka yang terpasang saat sekarang merupakan pengganti dari mustaka yang tersambar petir sekitar 1950." kata Djoni.