KH Cholil Nafis: Ramadhan Menjadi Barometer Keimanan Muslim

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil

Jumat 01 Apr 2022 08:00 WIB

 Kiai Cholil Nafis : Ramadhan Menjadi Barometer Keimanan Muslim. Foto:  Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis Foto: Republika/Putra M. Akbar Kiai Cholil Nafis : Ramadhan Menjadi Barometer Keimanan Muslim. Foto: Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menyebut bulan Ramadhan merupakan barometer keimanan seorang Muslim. Bagaimana cara seseorang menyambut Ramadhan seolah menunjukkan bagaimana kondisi keimanan seseorang, dalam kondisi baik atau rapuh.

"Jika kita merasa senang, berarti imannya baik. Kalau yang merasa sedih, mumpung  masih Sya'ban dipuas-puasin makannya, berarti imannya sedang rapuh," ujar dia dalam kegiatan Syiar Islam & Tarhib Ramadhan 1443 H, Kamis (31/3) malam.

Baca Juga

Ia menyebut penting bagi umat Muslim untuk mengikuti tarhib Ramadhan dan menggemakan di masyarakat. Harapannya agar iman setiap Muslim bisa naik dan bergembira dalam menyambut Ramadhan.

Menjelang Ramadhan, Kiai Cholil Nafis menyebut ada beberapa tradisi yang biasa dilakukan, seperti padusan di Jawa atau membunyikan meriam di Lebanon. Artinya, dengan keutamaan Allah SWT berupa Islam, Alquran dan rahmat-Nya, umat Muslim diperintahkan untuk merasa senang dan bahagia dalam menyambut Ramadhan.

Bulan Suci Ramadhan disebut sebagai momen untuk kembali kepada kemanusiaan yang sejati. Bulan ini seperti balai latigan kemanusiaan untuk kembali kepada fitrah.

"Kita dilatih menahan diri. Kalau ingin menjadi orang waras, harus mampu mengontrol diri. Sama dengan kemampuan mengontrol bagaimana dalam hidup kita mampu mengalahkan kepentingan diri sendiri dari kepentingan umum," lanjutnya.

Tak hanya itu, ia menyebut Bulan Ramadhan adalah momen untuk memanen pahala dan merontokkan dosa. Allah SWT menjabarkan maghfirah yang diberikan seutuhnya bagi hamba-Nya di bulan Ramadhan.

Jika masuk bulan Rajab, Rasulullah kerap berdoa, "Ya Allah, berkatilah kami pada Bulan Rajab dan Sya'ban. Sampaikan kami ke Bulan Ramadhan". Seolah-olah Nabi rela dipanggil Allah SWT setelah Ramadhan.

Dengan segala keistimewaan yang ada di bulan suci ini, Kiai Cholil Nafis menyebut siapapun yang melewatkan dan tidak bisa mendekatkan diri pada Allah, bagaikan ayam yang mati di lumbung padi. Di tengah meriah dan obral pahala, namun tidak dimaksimalkan dan berujung pada kerugian besar.

"Semoga di bulan Ramadhan ini bisa naik, dari puasa orang biasa yang meninggalkan makan dan minum, ke puasa khusus yang juga meninggalkan kemungkaran dan kemaksiatan," ujar dia.

Terakhir, ia berharap agar setiap Muslim bisa mencapai tujuan puasa yang menggapai takwa. Secara perilaku mampu menahan emosi dan menjadi pemaaf bagi orang lain, serta secara hubungan kepada Allah SWT bisa kembali kepada-Nya.