Sabtu 26 Mar 2022 14:40 WIB

Pengakuan Kesalahan Oleh Ulama Justru Angkat Derajatnya, Teladan Ibnu Hazm

Ibnu Hazm mengakui dirinya salah saat pengambilan argumentasi berdebat

Ilustrasi ulama berdebat. Ibnu Hazm mengakui dirinya salah saat pengambilan argumentasi berdebat
Foto:

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir

Apakah pengakuan Ibnu Hazm terhadap kesalahannya membuat kehormatan dirinya berkurang? Sama sekali tidak. Meskipun sesungguhnya lawan debatnya itu bukan siapa-siapa. 

Kalaupun Ibnu Hazm tidak datang menemuinya dan mengakui kesalahannya, mungkin tidak akan ada juga orang yang akan mengetahui hal ini.

Tapi kedewasaan diri, kematangan pribadi dan kebesaran jiwa membuat Ibnu Hazm enggan untuk tidak mengakui kesalahannya, meskipun pada seseorang yang sesungguhnya bukanlah ‘tandingannya’.   

Bandingkan ini dengan kisah lain yang terdapat dalam kitab al-Ihkam fi Ushul Ahkam karya Ibnu Hazm juga.

Dia menceritakan dari salah seorang sahabatnya, bahwa ada seorang syekh dan imam di sebuah masjid bernama Muhammad bin Yusuf bin Mathruh al-A’raj. Diaa menjadi imam di Masjid Qurtubah pada masa itu. Sayangnya, dia tidak memiliki kesalehan sebagaimana mestinya seorang alim.  

Suatu hari dia menyampaikan khutbah Jumat. Di dalam khutbah itu dia membaca ayat : 

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (التوبة : 128) 

Ayat tersebut dibacanya salah (lahn). Yang seharusnya عَنِتُّمْ dia baca عَنِنْتُمْ (dengan penambahan huruf nun setelah huruf ‘ain).  

Selesai sholat, beberapa thalabatul ‘ilm mendatanginya dan berkata, “Wahai Syekh, ayat yang Anda baca tadi keliru.” 

Dia menjawab, “Tidak ada yang keliru. Memang itu yang benar, dan seperti itu pula yang kami dapati dari guru-guru kami dulu.”  

Mereka tetap ngotot bahwa dia telah salah. Dia pun juga ngotot bahwa dia tidak salah. 

Akhirnya dia masuk ke kamarnya (di dalam masjid itu) untuk mencek mushaf yang dia punya. Dia kaget, ternyata dia memang telah salah. Yang benar adalah عَنِتُّمْ, bukan عَنِنْتُمْ.

Baca juga: Tentara Israel Paksa Diplomat Muslim Taiwan Baca Alquran

Tapi setan dan nafsu telah menguasai dirinya. Dia enggan untuk mengakui kesalahannya. Dia mungkin berpikir bahwa mengakui kesalahan akan menurunkan wibawanya di depan orang banyak.

Tahukah kita apa yang dia lakukan? Dia ambil qalam (pena) dan dia tambahkan satu titik setelah huruf ‘ain agar sesuai seperti bacaannya yang salah tadi. Lalu dia keluar menemui mereka dan berkata, “Betulkan apa saya cakap? Silakan lihat ini. Memang begini yang benar.”

Sumber yang meriwayatkan kisah ini pada Ibnu Hazm berkata, “Demi Allah, kami melihat huruf nun itu ditulis dengan tinta baru yang belum kering.”

نسأل الله السلامة ونعوذ به من الخذلان     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement