REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang Muslim mungkin pernah mengalami keadaan di mana hartanya atau uangnya dipinjam oleh seseorang yang hidupnya ada dalam kemiskinan. Dalam kondisi demikian, apakah boleh orang yang meminjamkan uang tersebut melepas atau membebaskan utang itu lalu dia hitung sebagai pemberian zakat maal (zakat harta)?
Komisi Fatwa Akademi Penelitian Islam Al-Azhar Mesir menjelaskan bahwa keadaan tersebut dibolehkan dan tidak masalah. Artinya, orang yang meminjamkan uang kepada orang yang kurang mampu, boleh membebaskan utang tersebut untuk dihitung sebagai zakat maal.
Sebab, dalam penjelasan tersebut, di antara kriteria-kriteria penerima zakat, ada dua yang patut diberikan zakat, yaitu orang miskin dan orang yang memiliki utang.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (QS At-Taubah ayat 60)
Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi al-Hanbali berpendapat, boleh mengeluarkan zakat kepada orang yang berutang dengan cara melunaskan utangnya meskipun orang yang berutang tersebut sudah membayar sebagian atau seluruhnya. Artinya, jika yang berutang telah membayar sebagian atau seluruh utangnya, maka yang memberi pinjaman boleh mengembalikannya sebagai bentuk pemberian zakat maal.
Karena dengan begitu, fakir miskin bisa terbantu dan memperoleh kemaslahatan. Terlebih, salah satu jalan kebaikan bagi kalangan Muslim yang dilimpahi kecukupan harta adalah membantu orang yang membutuhkan dan meringankan penderitaan orang.
Allah SWT berfirman, "Katakanlah, 'Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.' Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik." (QS Saba' ayat 39)
Sumber: https://www.elbalad.news/5210376