REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah video seseorang yang salah gerakan sholatnya saat aksi PA 212 menjadi viral di media sosial. Banyak warganet yang menghujat itu, bahkan ada yang membuat kampanye tagar #bubarkanMUI di Twitter dengan menyebut orang tersebut sebagai salah satu anggota MUI pusat.
Tapi sebenarnya kesalahan gerakan sholat karena lupa dan tidak disengaja adalah hal yang wajar. Untuk itu, ada syariat sujud sahwi bagi seseorang yang lupa atau khilaf salah satu gerakan atau bacaan sholat.
Mengolok-olok seseorang karena kekhilafannya ini juga bukan perilaku Muslim yang baik dan tidak membuat pengolok-olok lebih baik keislamannya dibanding yang dihina. Dilansir dari Al Yaum As-sabi, sujud sahwi merupakan satu ajaran dalam Islam yang disyariatkan untuk memperbaiki cacat atau kesalahan yang terjadi saat sholat.
Tapi menurut para ulama, sujud sahwi dilakukan saat kesalahan yang dilakukan bukan merupakan bagian dari rukun sholat. Adapun kesalahan dalam gerakan yang merupakan bagian dari rukun sholat, maka seorang Muslim lebih dianjurkan mengulangi gerakan yang terlupa tersebut.
"Tetapi jika seseorang melupakan salah satu rukun sholat dan pindah ke rukun yang lain, maka dia harus kembali ke rukun sebelumnya (yang terlewat)," jelas Pusat Fatwa Elektronik Internasional Al-Azhar.
Misalnya, jika seseorang lupa rukuk pada rakaat pertama dan orang itu sudah sampai di rakaat kedua, maka rukuk itu harus dianggap sebagai rukuk rakaat pertama lagi. Kemudian orang itu harus terus menyempurnakan sholatnya. Sementara jika seseorang melewatkan gerakan sunnah dalam sholat, seperti tasyahud awal, maka cukup diganti dengan sujud sahwi.
Selesai sholatnya atas dasar itu, dan ia mengerjakan rakaat dan sujud. Sholat, seperti sunnah tasyahhud pertama, dia tidak kembali kepadanya, tetapi bersujud karena lupa.
Sujud sahwi merupakan sujud yang dilakukan pada saat tasyahud akhir sebelum salam. Seseorang yang ragu-ragu dengan jumlah rakaat yang telah dilakukan juga hendaknya melakukan sujud sahwi dan menyempurnakan sholatnya.
Dalam sebuah hadist dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dijelaskan:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ سَمَّاهَا أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَكِنْ نَسِيتُ أَنَا قَالَ فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ إِلَى خَشَبَةٍ مَعْرُوضَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّه غَضْبَانُ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ وَوَضَعَ خَدَّهُ الْأَيْمَنَ عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَخَرَجَتْ السَّرَعَانُ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالُوا قَصُرَتْ الصَّلَاةُ وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ وَفِي الْقَوْمِ رَجُلٌ فِي يَدَيْهِ طُولٌ يُقَالُ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتْ الصَّلَاةُ قَالَ لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ فَقَالَ أَكَمَا يَقُولُ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالُوا نَعَمْ فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى مَا تَرَكَ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وكبر. فربما سألوه: ثم سلم؟ فيقول: نبئت أن عمران بن حصين قال: ثم سلم.
Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sholat bersama kami pada suatu sholat siang.” Demikianlah Abu Hurairah menamakannya tetapi saya telah lupa. Dan Abu Hurairah berkata: “Lalu Beliau sholat bersama kami dua rakaat lalu salam. Kemudian Beliau bangun menuju sebuah kayu yang terbentang di masjid dan bersandar padanya seakan dia sedang marah. Lalu Beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dan merekatkan jari-jarinya, dan meletakkan pipi kanannya pada punggung telapak tangan kirinya. Manusia bergegas keluar melalui pintu masjid dan mengatakan: “Sholat diqashar!” Pada mereka terdapat Abu Bakar dan Umar. Keduanya segan untuk menanyakan hal itu. Pada mereka ada seseorang bertangan panjang yang dinamakan Dzulyadain, dia bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kau lupa atau kau mengqashar shalat?” Beliau menjawab: “Aku tidak lupa dan tidak juga qashar.” Maka nabi bertanya: “Apakah benar apa yang dikatakan Dzulyadain?” Mereka menjawab” “Benar.” Maka beliau maju dan sholat melanjutkan yang tertinggal, lalu dia takbir dan sujud sebagaimana sujudnya atau lebih panjang, kemudian mengangkat kepalanya dan takbir, kemudian takbir dan sujud sebagaimana sujudnya atau lebih panjang, kemudian dia mengangkat kepalanya lagi dan bertakbir. Barangkali mereka bertanya: “Kemudian salam?” Dikabarkan kepadaku bahwa ‘Imran bin Hushain berkata: “Kemudian salam.” ” (HR. Bukhari dan Muslim).